Meskipun dihadang banyak otoritas keuangan di banyak negara, popularitas cryptocurrency alias mata uang kripto semakin meroket. Tidak hanya semakin sering diberitakan di situs-situs media, semakin banyak dibicarakan di ranah media sosial, yang terjun ke dalam dunia kripto juga semakin hari semakin meningkat.
Apa sih maksudnya terjun ke dunia kripto? Sederhana saja sebetulnya indikatornya. Memiliki mata uang kripto. Entah untuk tujuan apa, tapi biasanya orang memiliki mata uang kripto untuk dua tujuan, investasi dan trading, yang dua-duanya bermuara kepada satu tujuan, profit alias keuntungan.
Kripto memang istimewa, meskipun hanya beredar di dunia maya, keuntungannya nyata. Bisa ditarik jadi rupiah dan dipake beli bakso. Kalau jumlahnya banyak mungkin bisa dipake beli rombong bakso, kios bakso, restoran bakso, bahkan pabrik bakso. Kalau tukang baksonya punya anak gadis yang cantik, mungkin bisa juga untuk melamar anak tukang bakso.
Itu baru bakso, belum yang lain-lain lho!
Memang sejauh ini sepertinya belum ada otoritas satu negarapun di dunia yang melegalkan penggunaan mata uang kripto sebagai alat pembayaran. Jadi meskipun di handphone kita punya dompet kripto, kita tidak bisa membeli sesuatu dan membayarnya dengan mata uang kripto yang tersimpan di dalam dompet itu.
Beda dengan dompet digital yang dihubungkan dengan simpanan “fiat”, istilah untuk mata uang konvensional yang selama ini kita kenal dan pergunakan untuk berbelanja, yang selama saldonya mencukupi kita bisa gunakan untuk membayar belanjaan. Sebut saja contohnya Gopay atau Ovo misalnya.
Jadi karena belum bisa digunakan sebagai alat pembayaran, selama ini orang memiliki mata uang kripto untuk dua tujuan itu, investasi atau trading, yang keduanya bermuara pada satu tujuan, profit.
Apakah Saya “Bermain” Kripto?
Meskipun tidak dalam jumlah besar, saya “bermain” kripto dengan cara trading. Dalam hal ini saya melakukan transaksi membeli mata uang kripto, hanya dipegang dalam jangka pendek, ketika harga berubah dan saya merasa keuntungan yang saya dapatkan dari perubahan harga itu sudah cukup, saya jual lagi.
Jangka pendek disini pendek banget lho ya. Tidak seperti investasi yang bisa bulanan bahkan tahunan, saya memegang kripto yang saya beli hanya dalam hitungan menit, paling banter hitungan jam.
Untung?
Ya seperti trading dengan instrumen-instrumen lainnya, saham atau Forex, kadang untung kadang rugi. Bagaimanapun trading itu kan “zero sum game”, kalau kita untung 100 perak, berarti ada orang lain, entah siapa, entah seorang atau beberapa orang, yang rugi dengan jumlah 100 perak juga.
Tapi kalau ditotal-total ya jatuhnya masih lebih banyak untungnya, makanya saya tetep main. Memang seiring berjalannya waktu komposisi untung dibandingkan rugi semakin lebar.
Kripto Dinyatakan Haram
Baru-baru ini tersiar berita bahwa Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa kripto masuk kategori haram.
“Berdasarkan hasil bahtsul masail, cryptocurrency hukumnya haram,” kata Wakil Ketua PWNU KH Ahmad Fahrur Rozi kepada wartawan seperti diberitakan Kompas TV, Rabu (27/10/2021).
Bagi Umat Islam, haram itu arahannya jelas, harus dijauhi, hukumnya juga jelas, masih nyolek-nyolek ya dosa. Lalu bagaimana dengan keuntungan yang dihasilkan dari trading kripto? Dalam Islam, sesuatu yang didapat dengan cara haram ya haram. Jadi logikanya sederhana, profit dari trading kripto itu haram.
Memang sih pernyataan itu baru muncul dari NU yang secara hukum kedudukannya adalah organisasi, belum dari lembaga yang memiliki otoritas seperti MUI. Di dalam struktur organisasi NU-pun yang mengeluarkan baru PWNU Jawa Timur saja. PWNU lain belum ada. Juga bukan PBNU yang skalanya nasional.
Tapi tetap saja sih kalau buat saya PWNU itu kan bagian dari NU juga. Isinya juga para ulama. Apalagi PWNU Jawa Timur, kita semua tahu kalau basis NU terbesar di tanah air ada di propinsi paling timur Pulau Jawa itu. NU juga merupakan organisasi keagamaan terbesar di tanah air, jadi “legal opinion” NU itu menjadi referensi sahih.
Tanpa ada maksud mendahului, saya kira kalau PWNU Jawa Timur buka suara, cuma tunggu waktu saja sampai PWNU lain dan PBNU mengeluarkan pernyataan yang sama. Kalau sudah begini ya tinggal tunggu waktu sampai MUI turut urun suara.
Apalagi Gus Fahrur sendiri mengatakan kalau fatwa itu akan dibawa pada forum Muktamar NU.
Kripto Mirip Judi
Disebutkan pula dalam berita itu kalau alasan kripto dinyatakan haram adalah karena dinilai mengandung spekulasi yang bisa merugikan orang lain dan karena itu tidak bisa dijadikan instrumen investasi.
“Jual-beli itu harus ada kerelaan dan tidak ada penipuan. Tapi dalam crypto itu orang lebih banyak tidak tahu apa-apa, orang itu terjebak, ketika tiba-tiba naik karena apa, turun karena apa. Sehingga murni spekulasi, mirip seperti orang berjudi,” tegas Gus Fahrur.
Dari pernyataan itu benang merahnya jelas ya, mirip judi.
Saham Tidak Haram
Pada bagian lain dari berita itu disebutkan kalau Gus Fahrur juga memastikan kalau saham tidak haram. Menurutnya ada perbedaan karakteristik yang sangat mendasar antara saham dan Kripto, dimana saham merupakan hak kepemilikan atas sebuah perusaan yang masih ada.
“Berbeda dengan saham, kalau saham itu kan hak kepemiikan di sebuah perusahaan, dan itu kan melekat, selama perusahaan masih ada,” jelas pengasuh Ponpes An Nur Bululawang, Kabupaten Malang itu.
Mungkin dalam bahasa yang lebih teknis kita bisa mengartikan penjelasan itu dengan cara berbeda. Saham itu punya underlying asset, yaitu perusahaan. Sementara kripto tidak ada underlying asset-nya.
Kiai Lain Bilang Boleh
Seperti banyak hal lain di dunia ini, meskipun dasarnya sama, penafsiran bisa saja berbeda, apalagi kalau sudah masuk dalam tingkat implementasi di dalam kehidupan masyarakat.
Forum kajian Islam yang diselenggaralan oleh Islamic Lawfirm dan Wahid Foundation membuat kesimpulan yang bertolak belakang setelah mendengar penjelasan mengenai aset kripto dari lembaga yang memang paling berkompeten dalam persoalan itu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), dan sejumlah pelaku.
Disebutkan bahwa Direktur Lembaga Kajian Hukum Islam STAI Al-Anwar Rembang Muhammad Najib Bukhori mengatakan, semula pihaknya mengkategorikan aset kripto sebagai bentuk kekayaan atau mal yang tidak bisa masuk ke kategori mata uang atau barang dan tidak sah transaksinya karena bersifat tidak pasti.
Tetapi setelah mendengarkan penjelasan dalam forum tadi pandangannya berubah.
“Namun, saat Bahtsul Masail kemarin dan mendengar penjelasan soal bitcoin, ya jelas itu sah. Karena bisa dimiliki,” kata Najib dalam keterangan tertulis, Kamis (9/9/2021).
Jadi Bagaimana?
Bingung?
Yakin dengan salah satu sisi?
Saya sangat faham kalau saham ada underlying asset-nya, begitu juga mata uang. Komoditas seperti emas atau minyak apalagi. Sementara kripto tidak ada underlying assetnya.
Yang jelas saya trading ketiga komoditas itu, saham, Forex, dan kripto dengan cara yang sama, menggunakan analisa teknikal dengan melihat grafik pergerakan harga. Cara saya membeli, menjual, dan mendapatkan keuntungan dari saham, Forex, maupun kripto sama persis. Underlying asset bahkan saya sama sekali tidak masukkan ke dalam perhitungan meskipun saya tahu.
Murni “intraday trading”, saya memutuskan membeli atau menjual saham yang sudah saya beli murni berdasarkan pergerakan harga pasar, sama sekali tutup mata dengan apa yang sering disebut orang sebagai analisa fundamental.
Tapi apapun juga kalau soal agama, selama tidak merugikan orang lain kan sandaran kita langsung kepada Tuhan YME, dalam konteks Agama Islam kepada Allah SWT. Lha nggak shalat yang jelas-jelas dosa saja kan kita nggak ditangkep polisi atau dikepruk ulama.
Jadi ikuti keyakinan kita masing-masing saja.