Ketika kita bicara mata uang asing alias foreign exchange alias Forex, sering kali kita dihadapkan pada dikotomi antara investasi dan trading. Pertanyaan yang muncul biasanya nggak jauh-jauh dari “Investasi Forex atau trading forex?” atau kadang juga “Lebih baik investasi Forex atau trading Forex?” Bumbunya bisa beda-beda dikit tapi esensinya sama saja.
Apa itu investasi, apa itu trading, dan perbedaan diantara keduanya bisa dengan mudah kita cari referensi di Internet, tinggal Googling saja.
Nggak usah khawatir. Pengelola portal berita maupun blog di niche yang melibatkan investasi, trading, dan Forex itu juga pada ngerti apa itu SEO. Mereka faham bagaimana membuat konten berkualitas dan karenanya mendapat ranking tinggi pada daftar hasil pencarian search engine.
Kalau mempelajarinya dengan cukup seksama, perbedaan antara investasi dan trading itu sangat jelas.
Nggak mungkin ketuker lah.
Nah kalau berangkat dari definisi masing-masing, antara investasi Forex atau trading Forex, saya justru meyakini bahwa yang namanya investasi Forex itu nggak ada. Kalau urusannya sudah dengan Forex, yang ada cuma satu saja, trading. Trading Forex.
Hampir semua instrumen memang umumnya punya kedua sisi itu, investasi dan trading. Mau instrumen finansial seperti saham atau instrumen komoditas yang secara fisik kelihatan bentuknya seperti emas atau properti, biasanya punya sisi investasi dan sisi trading.
Tapi khusus Forex menurut saya sisi investasinya itu nggak ada. Blas “Jaka Sembung bawa golok”-lah pokoknya. Makanya saya bilang yang namanya investasi Forex itu nggak ada. Forex itu cuma bisa trading saja.
Kenapa Saya Berfikir Investasi Forex Itu Nggak Ada?
Saya nggak asal nyemplung sekedar cari sensasi dengan mengatakan sesuatu yang terkesan melabrak pakem, anti-mainstream.
Ini dia argumennya:
Yang namanya investasi itu berjejak pada prediksi bahwa apapun instrumen yang kita gunakan, dalam jangka panjang harganya naik. Dalam perjalanannya bisa saja ada naik-turunnya, tapi secara jangka panjang harus naik. Setidaknya prediksinya begitu lho ya. Selalu ada celah terjadinya sesuatu yang membuat kenyataan tidak sesuai harapan, prediksi meleset. Tapi itu kejadia langka dan istimewa.
Ada potensi pendapatan dari kenaikan harga disitu. Kenapa saya eksplisit bilang “potensi”? Karena potensi pendapatan dari kenaikan harga, termasuk juga kerugian akibat penurunan harga, itu baru menjadi nyata saat kita “keluar dari pasar” dengan obyek investasi yang kita pegang itu.
Contoh. Kita investasi beli tanah. Katakanlah dengan harga satu milyar dengan keyakinan harganya akan naik terus sehingga kalau kita suatu waktu di masa yang akan datang menjualnya kembali, akan diperoleh keuntungan besar dari kenaikan harga.
Dalam contoh tadi misalnya dua tahun kemudian harga pasaran untuk tanah yang kita kuasai itu adalah 1,5 milyar. Ada kenaikan 50% dalam periode dua tahun itu. Artinya kira-kira 25% per tahun.
Nggak tepat 25% sebetulnya ya, ada formula matematisnya. Tahun pertama dan tahun kedua pasti beda. Tapi anggap saja sama.
Kita ngotot lah.
Potensi keuntungan kita disitu adalah 0,5 milyar. Tapi itu baru potensi. Kalau kita jual tanah itu, bisa jadi nggak ada orang yang mau beli dengan harga 1,5 milyar. Katakanlah ternyata tanah itu hanya laku dibeli orang seharga 1,3 milyar. Nah meskipun kenaikan harga pasarannya ada di angka 0,5 milyar sehingga potensi keuntungannya 0,5 milyar juga, nyatanya keuntungan yang riil dari investasi itu hanya 0,3 milyar saja.
Tapi tetep naik.
Apakah prediksi kenaikan itu bisa meleset? Bisa saja, sesaat. Misalnya dalam situasi pandemi sekarang, sangat sulit menjual properti. Nggak ada yang mau beli. Kalau sangat mendesak orang terpaksa menjual dengan harga jauh di bawah harga pasaran. Tapi sekali lagi, itu sesaat. Nanti saat situasi ekonomi kembali membaik, harga pasaran akan kembali merangkak pada rentang yang wajar.
Prediksi kenaikan harga itu merupakan pandangan umum. Misalnya “Harga tanah pasti naik!” Atau mungkin “Harga tanah di pusat bisnis Jakarta tiap tahun naik setidaknya 20%”. Dan sebagainya. Bahkan orang yang mau beli dan pastinya berharap harga murahpun tahu kalau berharap harga tanah turun itu tidak realistis.
Forex itu sama sekali berbeda. Secara jangka panjang ekspektasinya itu konstan.
Okelah mungkin kalau kita memperbandingkan mata uang negara berkembang versus mata uang yang menjadi acuan dunia bisa saja beda. Misalnya orang Indonesia menyimpan cadangan dana dalam bentuk USD. Itupun biasanya harapannya bukan naik, hanya sekedar tapi tidak turun. Bukan angkanya yang turun tapi nilainya. Akibat inflasi. Karena inflasi di Indonesia yang berpengaruh langsung terhadap mata uanh Rupiah cenderung masih jauh lebih tinggi daripada USD.
Tapi entah mau disebut investasi atau trading, setidaknya perdagangan antar mata uang referensi, seperti USD versus EUR misalnya, secara jangka panjang stabil.
Keuntungan hanya bisa didapat dari fluktuasi jangka pendek. Sedikit saja bank sentral suatu negara mendetekai penurunan yang agak lama atau agak dalam, mereka akan mengambil langkah penyelamatan dengan mengintervensi pasar. Itu berlaku dua arah, lawannya kalau dihadapkan dengan kondisi yang sama akan mengambil langkah yang sama pula.
Jadi intinya disini adalah kalau investasi dasarnya adalah prediksi bahwa dalam jangka panjang harga akan naik, dan kita mendapat keuntungan dari kenaikan itu. Sementara untuk Forex, secara jangka panjang justru cenderung stabil, nggak naik, turunpun nggak juga.
Yang kedua, dalam Forex, saat kita memprediksi harga akan naik, kita ambil posisi beli. Nanti kita keluar pasar dengan mengambil posisi jual saat harga sudah benar-benar naik. Selisih harga saat kita jual dan saat kita beli menjadi keuntungan kita dari transaksi itu.
Masih mainstream ya, itu logika perdagangan sederhana, investasi atau trading pada instrumen apapun ya pasti begitu.
Nah dalam Forex, saat harga diprediksi akan turun, kita bisa mengambil posisi jual. Saat kemudian harga benar-benar turun, kita bisa keluar pasar, melepas posisi, dimana selisih harga antara harga saat kita keluar dan saat kita masuk itu menjadi keuntungan kita.
Itu dia. Dalam Forex kita bisa untung dua arah. Untung saat harga naik. Untung saat harga turun. Ini bertentangan dengan filosofi investasi yang lebih lurus-lurus saja. Harga naik kita untung, harga turun kita rugi.
Enak dong main Forex, mau harga naik atau turun, untung terus!
Ya nggak sesederhana itu juga Bambaaang! Aranya kemanpun, naik atau turun, kalau kita salah membuat prediksi yang zonk juga. Maksudnya misalnya kita memprediksi harga akan naik, langsung masuk pasar ambil posisi beli. Ealah beberapa saat kemudian harga malah turun. Atau sebaliknya juga bisa sih.
Jadi yang kedua, dalam Forex kita bisa rugi saat harga naik, bisa untung saat harga turun. 180% bertentangan dengan filosofi investasi. Makanya itu kalau menurut saya memang Forex bukan instrumen investasi.