Juara baru baru saja terlahir di gelaran balap motor paling bergengsi di muka bumi, MotoGP. Fabio Quartararo mengunci gelar juara pada seri yang baru saja digelar di Misano World Circuit Marco Simoncelli, San Marino, Italia yang baru saja berakhir, sementara rangkaian kejuaraan MotoGP tahun ini masih menyisakan dua seri lagi.
Sebelum balapan dimulai memang secara hitung-hitungan di atas kertas Fabio Quartararo bisa saja mengunci gelar. Hanya saja saya sendiri menduga itu akan sulit dilakukan karena hasil qualifikasi justru lebih berpihak pada Francesco Bagnaia, pembalap Ducati yang merupakan rival terdekatnya.
Sesuai hasil kualifikasi, Bagnaia akan memulai balapan dari posisi terdepan sementara Quartararo tercecer jauh di belakang pada posisi ke-15.
Quartararo memang cepat. Mungkin saat balapan berjalan dia bisa menyalip banyak pembalap. Tapi mengejar Bagnaia setelah sebelumnya harus melewati 13 pembalap lain terlebih dulu, saya fikir terlalu berat bahkan untuk seorang Quartararo sekalipun.
Seperti yang sudah saya perkirakan sebelumnya, Quartararo memang berhasil menyalip banyak pembalap lain selama balapan berlangsung. Tapi kecepatan dan determinasinya tidak cukup bahkan hanya untuk sekedar mengasapi ekor Bagnaia.
Memang wajar saja sih. Yang tersisa di belakang Bagnaia dan tidak sempat ditaklukan Quartararo sampai balapan berakhir bukan pembalap-pembalap sembarangan melainkan duo pembalap tim pabrikan Repsol Honda, Marc Marquez dan Pol Espargaro.
Ternyata Dewi Fortuna hanya sejenak meninggalkan Quartararo, hanya saat qualifikasi saja. Saat balapan tinggal menyisakan empat putaran, Bagnaia yang sedang memimpin jatuh dan tidak bisa melanjutkan balapan.
Kecelakaan yang dialami Bagnaia tidak hanya menjadi berkah bagi Marc Marquez yang berada tepat di belakangnya dan otomatis mengambil alih posisi terdepan, tapi juga bagi Quartararo.
Kegagalan Bagnaia mencapai finish yang membuatnya sama sekali tidak mendapatkan poin juga menjadi berkah bagi Quartararo, karena tidak ada satupun lagi pembalap yang mungkin bisa mengejar perolehan point yang dimilikinya, otomatis pembalap tim pabrikan Yamaha itu mengunci gelar juara dunia tahun ini.
Fabio Quartararo Juara Dunia MotoGP 2021
Sepertinya memacu motor untuk menyalip belasan pembalap membuat kondisi ban motor Yamaha yang digeber Quartararo jauh menurun. Bukan hanya gagal mengejar duo Repsol Honda di depannya, Quartararo bahkan terpaksa merelakan posisi terakhir di podium yang sudah ada dalam genggaman tangannya melayang direbut Enea Bastianini yang berhasil menyalipnya.
Tapi kegagalan Quartararo memenangi balapan bahkan pula untuk sekedar mengunci posisi ketiga sekalipun tidak menghalanginya mengunci gelar juara dunia. Memperoleh tambahan 13 point dari finish di posisi keempat sementara Bagnaia sama sekali tidak memperoleh point sudah lebih dari cukup baginya untuk mengangkat trofi juara dunia pertamanya.
Keputusan Tepat Yamaha
Keberhasilan Quartararo meraih gelar juara dunia pertamanya pastinya tidak lepas dari keberanian Yamaha yang akhirnya memutuskan untuk melepaskan Sang Legenda MotoGP, Valentino Rossi untuk memberikan motornya kepada Quartararo, pembalap yang kilau bakatnya terlihat jelas meskipun saat itu dia masih membalap untuk tim satelit Yamaha.
Bertahun-tahun berlalu sejak kembali dari Ducati memang prestasi Valentino Rossi tidak juga bersinar. Sementara rekan setimnya, Maverick Vinales, prestasinya juga tidak konsisten dan lebih banyak jeleknya daripada bagusnya, sampai akhirnya diberhentikan tanpa menunggu kotraknya berakhir.
Lebih parahnya lagi, setiap menorehkan hasil buruk kedua pembalap itu seolah menjadikan motor sebagai alasan.
Kesuksesan Quartararo meraih gelar juara dunia tahun ini seolah-olah menjadi konfirmasi bahwa motor Yamaha itu motor yang sangat kompetitif. Di tangan yang tepat dia sanggup mengantar penunggangnya menjadi juara dunia, mengalahkan motor-motor lain yang tahun ini terkesan lebih kompetitif, sebut saja Suzuki, Honda, dan tentu saja Ducati.
Rossi Memang Sudah Waktunya Pensiun
Kengototan Valentino Rossi untuk tetap mengaspal meskipun terpaksa harus turun kasta ke tim satelit dan menjadi tandem salah satu pembalap muda yang merupakan muridnya sendiri sempat membuat saja jengah.
Sebetulnya di tahun-tahun terakhirnya yang sangat minim torehan prestasi di tim pabrikan Yamaha saya sudah terus bertanya-tanya dalam hati, kenapa dia tidak pensiun saja.
Dua hal yang mendasari pemikiran saya. Soal talenta dan keterampilan, Rossi masih yang terbaik. Tapi meskipun dia nampak berusaha keras melawan, kenyataanya usianya sudah tidak muda lagi. Mungkin dia ingin menunjukkan kalau usia bukanlah faktor yang berpengaruh bagi seorang Valentino Rossi.
Tapi faktanya dia menua dan prestasinya menurun. Kedua fakta itu ada pada saat yang bersamaan. Silahkan saja kalau mau menyangkal adanya hubungan sebab akibat diantara keduanya.
Yang kedua, Rossi adalah satu-satunya pembalap MotoGP era lama yang masih mengaspal sampai sekarang. Spesifikasi standar MotoGP berubah, teknologi berkembang terus, karakter motor jadi ikut berubah, dan itu menuntut gaya membalap yang berbeda.
Bagi pembalap muda yang begitu pegang motor MotoGP ya udah kayak gitu, mungkin itu bukan masalah besar. Tapi Rossi harus memaksakan diri menyesuaikan gaya balapnya dengan motornya. Gaya balap Rossi mungkin memang cocok dengan motor MotoGP generasi lama, makanya menang terus. Sekarang?
Bisa jadi keputusan Rossi untuk pensiun dan tidak memperpanjang kontraknya dengan tim satelit Yamaha salah satu faktornya adalah Quartararo. Ternyata ada orang lain yang bisa membawa motor – yang gagal membuat Rossi bersinar – menjadi kuda hitam juara dunia.
Saat Rossi mengumumkan pensiun, Quartararo sudah berada di puncak kelasemen tetapi belum mengunci gelar juara dunia.
Apakah Tahun Depan Akan Berulang, Quartaro?
Meskipun sejatinya kejuaraan masih menyisakan dua seri lagi, kalau juara sudah ada rasanya seperti sudah selesai. Jadi ya jangan heran kalau saya mulai bertanya-tanya, sanggupkah Quartararo mengulang kesuksesan yang sama tahun depan? Atau bahkan mungkin depannya lagi. Dan lagi.
Yang jelas motor Yamaha yang gagal bersinar di tangan Rossi dan Vinales ternyata bisa mengantar pembalap lain menjadi juara dunia. Jadi ketangguhan motor Yamaha tidak perlu diragukan. Talenta Quartararo juga sama luar biasanya. Motor yang gagal bersinar di tangan seorang maestro saja bisa dia bawa jadi juara dunia. Kecocokan gaya balap Quartararo dengan motor Yamaha juga terbukti pas.
Tapi peta persaingan tahun depan bisa jadi berubah drastis. Setidaknya ada tiga hal yang dari sekarang sudah terlihat berpotensi menjadi ganjalan bagi Quartararo untuk mengulang kesuksesannya tahun depan.
Pertama, Marc Marquez sudah kembali dari istirahat panjang usai cedera. Sisa seri balapab tahun ini yang masih sempat diikutinya membantu Marquez kembali ke puncak performanya. Tahun depan dia akan siap berada di lintasan dari seri pembuka.
Kedua, performa motor Ducati tidak perlu diragukan. Sangat tinggi. Konon karena saking tingginya itu jarang pembalap yang sanggup mengendalikannya. Tahun ini sejumlah pembalam muda Ducati sukses menorehkan prestasi yang menjanjikkan. Salah satunya Bagnaia yang menjadi rival terdekat Quartararo pada papan kelasemen. Tahun depan mungkin mereka lebih kompetitif karena sudah lebih baik lagi mengenal motornya.
Ketiga, untuk menggantikan Vinales, Yamaha sudah memutuskan untuk manarik mantan rekan setim Quartarao di tim satelit Yamaha untuk naik kelas. Performa Quartararo dan Morbidelli saat menunggangi motor yang sama itu ya sebelas dua belas. Kalau sekarang Morbidelli mendapat motor pabrikan, jelas akan menjadi pesaing berat bagi Quartararo.