Pandemi Covid-19 yang merebak ke seluruh dunia sejak awal tahun 2020 ini telah meluluhlantakkan dunia. Data resmi terakhir menunjukkan serangan virus yang bermula di Wuhan ini telah merenggut 835 ribu jiwa di seluruh dunia. Upaya memutus penyebaran menyebabkan aktivitas manusia terhenti, tidak terkecuali aktivitas ekonomi. Sejumlah negara yang dikenal sebagai kekuatan ekonomi utama dunia rontok jatuh ke jurang resesi sementara yang belum kebanyakan diprediksi akan segera menyusul.

Selain menjaga yang sehat, mengobati yang sakit, dan mengubur yang meninggal, para peneliti di berbagai negara bergerak cepat dalam upaya menemukan vaksin yang dapat membuat manusia kebal terhadap serangan virus ini. Para pakar di Indonesia tentu tidak ketinggalan dalam melakukan penelitian. Namun demikian nampaknya ketinggalan dalam mendapatkan hasilnya. Tim peneliti vaksin di Tiongkok yang negaranya memang menghadapi serangan paling awal nampaknya paling maju dalam hal mendapatkan hasil penelitian vaksin Covid-19.

Pemerintah lalu mendorong para ahli dari universitas terkemuka dan BUMN bidang farmasi tanah air untuk bekerja sama dengan perusahaan farmasi Tiongkok yang dikatakan sudah berhasil menemukan vaksin Covid-19. Namun sebelum dipergunakan secara luas, saat ini vaksin itu sedang dalam tahap uji coba kepada ribuan relawan termasuk Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Tentunya meskipun masih dalam tahap uji coba, ditemukannya vaksin Covid-19 ini memberi harapan besar bahwa pandemi akan segera berakhir, aktivitas masyarakat kembali normal, dan roda perekonomian kembali bergulir. Apalagi para ahli dan pejabat berwenang seperti meyakini bahwa uji coba yang dikatakan sebagai uji coba tahap ketiga ini kemungkinan gagalnya sangat kecil. Menteri BUMN, Erick Thohir, bahkan sudah mengkonfirmasi kesiapan BUMN-BUMN di bidang farmasi untuk memproduksi vaksin itu secara besar-besaran begitu uji coba tahap ketiga yang sedang berjalan ini dinyatakan sukses.

Vaksin Tidak Seumur Hidup

Sayangnya asa yang sudah terbangun nampak kembali ambruk, setidaknya bagi sebagian orang, setelah dijelaskan bahwa vaksin Covid-19 ini bukan sesuatu yang akan bertahan seumur hidup. Agar antibodi yang terbentuk tetap bertahan dalam tingkat yang aman didalam tubuh, Menteri Erick mengatakan vaksin harus diulang setidaknya setiap dua tahun. Disebutkan pula bahwa penyuntikan vaksin terhadap setiap orang harus dilakukan dua kali dengan selang waktu dua minggu.

Kekecewaan muncul mungkin karena keterbatasan pengetahuan. Mungkin mayoritas masyarakat kita hanya mengenal vaksin seperti vaksin polio yang hanya perlu satu kali diberikan saat kita masih kecil.

Nampaknya banyak yang lupa kalau sejumlah vaksin lain juga harus diulang. Jumlah antibodi yang terbentuk sesaat setelah vaksin diberikan, seiring berjalannya waktu akan terus menurun. Saat penurunan ini mencapai titik dimana jumlahnya diyakini tidak lagi mampu menahan serangan, pemberian vaksin harus diulang. Mereka yang pernah berangkat haji atau umrah ke Tanah Suci lebih dari sekali pasti tahu kalau setiap berangkat kita harus disuntik vaksin meningitis, kecuali kalau jarak diantara waktu keberangkatannya kurang dari setahun. Vaksin rabies, kalau kita ingin tubuh kita tetap kebal terhadap virus rabies juga harus diulang setiap tahun. Sebetulnya antibodi yang terbentuk oleh vaksin polio juga menurun. Hanya saja karena penyakit polio hanya menyerang anak-anak, pemberian vaksin tidak harus diulang.

Perihal vaksin harus diberikan dua kali, di jagat maya terutama melalui portal-portal sosial media banyak disuarakan tudingan kalau hal itu hanya akal-akalan untuk mencari keuntungan lebih banyak. Ini juga bukan argumen logis. Tidak lebih dari tuduhan tanpa dasar. Vaksin rabies diberikan 4 kali berturut-turut dengan interval masing-masing satu minggu. Biasa saja. Kalau 4 dosis vaksin rabies itu disuntikkan sekaligus ke dalam tubuh, mungkin bukannya imun yang tumbuh malah menggonggong. Hehehe.

Vaksin Tetap Memberi Harapan

Harus diulang atau tidak, adanya vaksin untuk membuat tubuh kebal terhadap Covid-19 tetap memberi harapan.

Katakanlah kita memang harus mengulang setiap dua tahun. Menteri Erick sempat menyebut perkiraan harganya sekitar 350-400 ribu per dosis. Karena perlu dua kali suntik, perlu dua dosis, artinya perlu 800 ribu per dua tahun. Dibagi rata, 400 ribu per tahun. Dibagi rata lagi, sekitar 35 ribu rupiah saja per bulan. Apa artinya dibandingkan kehilangan penghasilan yang diderita banyak orang akibat aktivitas ekonomi yang lumpuh saat ini?

Padahal dalam dua tahun itu mungkin aaja para peneliti kemudian berhasil menemukan obat yang efektif sehingga vaksin tidak diperlukan lagi. Kalau semua orang sudah disuntik vaksin sehingga tidak lagi terjadi penularan, mungkin Covid-19 akan hilang selamanya dan vaksin juga tidak lagi diperlukan.