Bali bangkit dan aneka gerakan sejenis terus bergema di pulau seribu pura yang terbukti secara statistik menjadi propinsi yang menderita dampak sosial ekonomi terburuk dibandingkan propinsi-propinsi lain di tanah air … akibat pandemi Covid-19.
Tapi ketergantungan perekonomian Bali terhadap industri pariwisata yang demikian besar membuat usaha-usaha itu bak menegakkan benang basah. Pandemi membuat wisatawan tidak ada yang datang sehingga industri pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian Bali seperti mesin yang dipaksa hidup tanpa diisi bensin.
Bali masa kini bukan hanya pulau seribu pura tapi juga pulau seribu hotel, seribu restoran, malah yang terbaru mungkin seribu beach club. Akibat pandemi, banyak diantaranya tutup, sementara yang masih buka terpaksa banting harga hanya untuk sekedar menyambung nyawa.
Ambruknya industri pariwisata membawa efek domino yang luar biasa. Bagaimana tidak. Hampir semua usaha non-pariwisata di Bali mengandalkan industri pariwisata sebagai pelanggan-pelanggannya. Bahkan kebanyakan usaha kecil di Bali, warung makan atau laundry misalanya, mengandalkan para pekerja pariwisata sebagai sumber pendapatannya.
Tahun Baru yang Biru
Setelah hampir 2 tahun dalam keprihatinan, menjelang penghujung tahun 2022, industri pariwisata Bali seperti melihat secercah harapan. Penyebaran kasus yang terus menurun dan sebaran vaksinasi yang terus meluas membuat pemerintah mulai mewacanakan kelonggaran.
Tempat-tempat wisata mulai dipersiapkan dengan pengaturan keramaian, penyediaan fasilitas pendukung Prokes, sampai pemasangan QR-code untuk aplikasi PeduliLindungi. Assesment dan sertifikasi penyelenggarakan Prokes untuk hotel dan usaha-usaha pariwisata lain digelar secara masif. Aturan jam buka aneka macam usaha mulai normal kembali.
Perayaan Natal dan Tahun Baru memang selalu menjadi “panen raya” bagi industri pariwisata dimanapun, tidak hanya di Bali, tidak hanya di Indonesia.
Jadi kalau asa akan geliat kebangkitan perekonomian Bali melambung menjelang pergantian tahun, wajar saja.
Sayang asa tinggalah asa. Tiba-tiba pandemi yang nampak melandai di seluruh penjuru dunia kembali meledak, bahkan pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari sebelum-sebelumnya. Lonjakan kasus sangat signifikan justru terjadi di negara-negara maju yang memiliki fasilitas kesehatan lebih mumpuni.
Inggris, Jerman, Perancis, bahkan Amerika Serikat mencatat lonjakan kasus baru yang luar biasa besar.
Penyebabnya Omicron, varian virus Covid-19 terbaru yang lebih menular lagi.
Saat tetangga-tetangga terdekat seperti Singapura dan Australia mulai melaporkan ditemukannya kasus-kasus Omicron di negaranya, sejumlah pakar mulai memprediksi kalau masuknya Omicron ke tanah air itu hanya soal waktu saja. Bahkan ada yang meyakini kalau Omicron sebenarnya memang sudah masuk ke Indonesia, hanya belum terdeteksi saja.
Akhirnya pemerintah batal melonggarkan aturan perjalanan. Bahkan kewajiban karantina bagi mereka yang datang dari luar negeri yang sempat diturunkan menjadi hanya 3 hari dari yang sebelumnya 10 hari, kembali dinaikkan menjadi 14 hari.
Padahal saat pintu masuk kedatangan internasional ke Bali kembali dibuka, para pelaku industri pariwisata Bali sangat berharap wisatawan asing akan mulai membanjii Bali lagi.
Tahun Baru Harapan Baru
Kenyataanya meskipun masih dibatasi sejumlah pembatasan untuk menekan penyebaran Covid-19, liburan Natal dan Tahun baru di Bali cukup semarak.
Wisatawan asing memang tidak ada. Segelintir bule yang masih nampak keluyuran di Bali hampir semua expat resident yang memang sudah tinggal di Bali sejak sebelum Covid-19 melanda. Karena data memang mencatat bahwa sejauh ini belum ada penerbangan internasional mendarat di Bandara Ngurah Rai meskipun pintu kedatangannya dibuka.
Tapi wisatawan domestik lumayan banyak. Jalanan Bali terutama di pusat-pusat pariwisata seperti Kuta dan Jimbaran macet dipenuhi mobil-mobil berplat luar. Sementara mereka yang datang dengan pesawat tidakkalah membludak. Konon seputaran Natal dan Tahu baru angka kedatangan domestik di Bandara Ngurah Rai mencapai angka di atas 20 ribu per hari.
Jelas ini perode paling ramai di masa pandemi. Tapi ya jangan dibandingkan dengan sebelum pandemi. Natal dan Tahun Baru yang di kalangan industri pariwisata disebut sebagai “peak season”. Nah seramai-ramainya kondisi Bali sepanjang masa peak season liburan Natal dan Tahun Baru tahun ini, masih kalah ramai dibandingkan low season sebelum pandemi.
Hanya memang setelah 2 tahun sepi, jelaslah sekarang jadi berasa ramai banget.
Hotel, terutama di pusat-pusat pariwisata seperti Bali ramai. Bahkan ada yang beberapa pengelola hotel yang mengaku hotelnya penuh. Hotel yang berbulan-bulan tutup, buka kembali, dan lumayan ramai juga.
Padahal sejumlah pembatasan justru mendadak diberlakukan untuk mencegah kerumunan yang menjadi salah satu faktor resiko penularan Covid-19.
Misalnya saja acara pesta tahun baru berakala besar apalagi diramaikan dengan pesta kembang api dilarang. Kawasan Pantai Kuta yang biasanya menjadi pusat perayaan Tahun Baru paling heboh di Bali ditutup menjelang pergantian tahun. Restoran dan cafe yang biasanya menggelar pesta perayaan harus tutup maksimal pukul 23.00.
Apakah Beneran Bali Bangkit Sekarang?
Jawaban optimis: “Entahlah”. Jawaban realistis: “Nggaklah”.
Bahkan dalam kondisi normalpun setelah peak season sepanjang perayaan Natal dan Tahun Baru, Bali langsung berhadapan dengan low season. Low season dalam kondisi normal saja sudah menjadi momok yang membuat para pelaku industri pariwisata terpaksa putar otak untuk bertahan, apalagi dalam kondisi pandemi.
Selain soal musim, ada beberapa indikator lain yang berpotensi membuat Bali kembali sepi selepas liburan Nataru.
Di sejumlah negara, lonjakan kasus Omicron bukannya terkendali, justru semakin mengkhawatirkan. Kemudian akhirnya kasus Omicron mulai terdeteksi di Indonesia. Jumlahnya memang tidak sebanyak di negara-negara Eropa dan Amerika, tapi mungkin justru itu yang bisa membuat pemerntah kembali memperketat pembatasan.
Jadi ya kita mungkin hanya bisa menikmati saja selama masih ramai. Kita lihat dua atau tiga hari ke depan saat wisatawan domestik yang saat ini membanjiri Bali pulang ke tempat asalnya masing-masing.
Kalau ternyata tetap ramai, wisatawan yang pulang digantikan wisatawan yang datang, berarti fixed Bali bangkit sekarng.