Diberitakan kalau dalam moment peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini Presiden Jokowi mendapat hadiah sepeda lipat merk Ecosmo tipe 10sp Damn dari sosok artis sekaligus pengusaha Daniel Mananta. Pemberian ini menjadi sorotan karena dinilai “nyerempet” regulasi mengenai gratifikasi yang mengikat semua aparat negara, tidak terkecuali seorang Presiden.
Partai Gerindra yang saat Pilpres digelar secara kelembagaan sempat berseberangan dengan PDIP yang menaungi Presiden Jokowi memberikan pandangan yang bagi saya terkesan mendua.
Adalah Habiburokhman, Anggota Komisi III DPR-RI asal Partai Gerindra yang juga merupakan salah satu petinggi partai besutan Prabowo Subianto ini memberikan saran agar Presiden Jokowi membayar saja sepeda pemberian Daniel Mananta itu dengan harga pasaran yang wajar. Saran yang dikemukakannya di depan jurnalis itu menurutnya ditujukan untuk menghindari potensi timbulnya polemik dengan pasal-pasal yang mengatur mengenai gratifikasi dalam Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang biasa dirujuk dengan sebutan singkat UU Tipikor.
Kesan mendua terasa karena pernyataan itu bisa ditafsirkan menjadi dua arah yang berlawanan. Tentunya masing-masing arah menggambarkan perbedaan arah dari semangat yang melatarbelakanginya.
Di satu sisi, melihat “kemesraan” Presiden Jokowi dan Pak Prabowo yang selepas kontestasi Pilpres ditunjuk menjadi menteri senior yang setelah menjabat nampak loyal kepada Presiden Jokowi sebagai pimpinannya, pernyataan Habiburokhman ini bisa jadi merupakan pernyataan sahabat yang mengingatkan potensi negatif dari kejadian kecil yang dihadapi Presiden Jokowi, jika tidak ditangani dengan tepat.
Tetapi di sisi lain bisa juga dilihat sebagai upaya Partai Gerindra untuk mengarahkan perhatian publik. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa Presiden Jokowi sedang menghadapi sesuatu yang mungkin bisa “digoreng”. Jangan salah, sahabat bisa saja sahabat, tapi politik urusan lain. Partai Gerindra dan PDIP bisa saja mesra saat ini, tapi di balik tabir persahabatan itu, masing-masing pastinya sedang mempersiapkan diri untuk mengulang persaingan pada gelaran Pilpres yang akan datang.
Belanda memang masih jauh, tapi ya karena masih jauh itulah masih banyak kesempatan untuk menggiring konstelasi ke arah yang diinginkan.
Tidak hanya partai politik, Komisi Pemberantasan Korupsi nampak melakukan hal yang sama. Plt. Jubir KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati, urun bicara. “KPK telah berkoordinasi kepada pihak istana terkait informasi penerimaan sepeda lipat edisi khusus Sumpah Pemuda kepada Presiden Joko Widodo melalui KSP. Dan kami mendapat informasi bahwa sampai saat ini sepeda tersebut belum diterima oleh Pak Presiden, dan akan dicek lebih lanjut,” ucapnya.
Entah mengapa media berita terkemuka Detik.com menyimpulkan pernyataan salah satu Jubir KPK itu sebagai himbauan agar Presiden Jokowi melaporkan penerimaan gratifikasi sepeda lipat itu.
Kalimat Detik.com itu tepatnya adalah seperti berikut: “Terkait pemberian sepeda tersebut, KPK telah mengetahuinya. Mereka mengimbau Presiden Jokowi melaporkan penerimaan gratifikasi sepeda lipat tersebut”.
Benang merah dari kalimat yang ditulis Detik.com itu jadi sangat berbeda. Pertama KPK “… menghimbau Jokowi segera melaporkan penerimaan …”. Artinya sudah jelas kalau pemberian itu merupakan sesuatu yang masuk ke dalam kategori harus dilaporkan, tapi Presiden Jokowi belum melaporkannya, sehingga KPK merasa perlu untuk menghimbau. Kesannya seperti Presiden Jokowi ” ketauan” oleh KPK karena itu dihimbau segera melaporkan.
Kedua dalam kalimat Detik.com itu disebut “… melaporkan penerimaan gratifikasi …”. Seolah-olah sudah dipastikab kalau pemberian itu termasuk dalam kategori gratifikasi.
Disebut oleh Habiburokhman yang pernyataannya juga dikutip dalam berita itu, “Kalau nilainya di atas Rp 10 juta maka, berdasarkan Pasal 12 B UU Tipikor, dapat dikategorikan gratifikasi.”. Kalau di cek di Tokopedia saja, harga sepeda lipat Ecosmo 10sp Damn edisi khusus Sumpah Pemuda itu harganya berkisar antara 6 sampai 8 juta. Karena yang diberkian 15 unit, kalau kita ambil yang paling murah saja, 6jt x 15 hasilnya 90jt. Artinya dari sisi itu memenuhi unsur.
Tapi perlu dilihat juga kalau yang diberikan itu 15 unit. Masa iya memberi untuk pribadi Presiden yang pantatnya cuma satu dan kakinya cuma dua perlu 15 biji. Bahkan kalau dihitung anak, istri, mantu, cucu yang belum bisa gowes sepeda dewasa, jumlahnya juga nggak sampai 15. Jadi saya kira tujuan pemberian itu bukan pribadi presiden.
Hal lain, pemberian itu disampaikan melalui Kepala Staff Kepresidenan, Moeldoko, di kantornya. Kalau pemberian untuk presiden pribadi bukankah lebih mungkin kalaupun harus dititipkan, lebih masuk akal kalau dititipkan melalui anak-anaknya?
Terakhir, batas pelaporab itu 30 hari sejak diterima. Jadi kalau baru satu dua hari lalu orangnya belum lapor, ya santuy aja dulu Bos.