Seri kedua MotoGP 2022 yang digelar di sirkuit Mandalika memang beda. Sirkuitnya yang dikelilingi alam yang indah, kebiasaan masyarakat sekitar yang tidak biasa di mata para pembalap, sampai undangan Presiden Jokowi ke Istana Negara, merupakan hal-hal yang membuat pemberitaan media dan pembicaraan di media sosial lebih heboh dibandingkan seri-seri MotoGP yang digelar di negara-negara lain. Termasuk di negara tetangga yang mungkin secara tradisi tidak terlalu berbeda dengan Indonesia.

Tidak kalah menarik adalah peranan pawang hujan.

Dalam dunia olahraga otomotif, istilah rain master itu melekat pada pembalap yang sering menorehkan prestasi bagus pada saat balapan dilaksanakan di atas track basah akibat guyuran hujan. Di ajang Formula 1, diantara pembalap yang memiliki julukan the rainmaster adalah legenda asal Argentina, Ayrton Senna dan langganan juara dunia asal Jerman, Michael Schumacher.

Dari sejumlah pemberitaan, saat para pembalap ditanya siapa the rainmaster di ajang MotoGP, ternyata jawabannya bukan para pelanggan gelar juara dunia seperti Marc Marquez, Jorge Lorenzo, atau bahkan si legenda hidup Valentino Rossi. Tiga nama lawan yang banyak mereka acungi jempol di trek basah adalah Jack Miller, Andrea Dovizioso, dan Aleix Espargaro.

Tapi MotoGP pertama di tanah air setelah penantian lebih dari seperempat abad, Pertamina Grand Prix of Indonesia di Mandalika, yang digelar dalam kondisi sirkuit basah, tidak satupun diantara ketiga rainmaster MotoGP itu berdiri di poduim saat balapan berakhir. Pemenang seri kedua MotoGP 2022 berturut-turut adalah Miguel Oliveira, Fabio Quartararo, dan Johann Zarco.

Kalau dilihat dari progress-nya sepanjang balapan, setidaknya untuk MotoGP Mandalika 2022, gelar the rainmaster itu harusnya jatuh ke tangan Miguel Oliveira yang membalap dengan motor KTM, karena dia start dari posisi ke-7 dan menutup balapan di podium teratas. Fabio Quartararo yang finish di posisi kedua justru start paling depan sebagai pemegang pole position. Sementara Johann Zarco mengawali balapan dari posisi ketiga dan finish di posisi yang sama.

Oliveira naik 6 garis, Quartararo turun satu garis, Zarco tetap.

Tetapi bukan Indonesia kalau tidak istimewa. Kepiawaian sejumlah pembalap memacu kuda besi sampai kecepatan lebih dari 300 kilometer per jam di atas aspal basah itu tidak membuat seolah tidak berarti karena gelar the rainmaster justru jatuh ke tangan sosok Rara Istiati Wulandari. Tidak kurang dari akun media sosial resmi MotoGP menyebut Mbak Rara sebagai “The Master”. Bahkan dalam video parodi yang diposting melalui akun pribadinya, Fabio Quartararo menyebut dirinya sebagai “The Apprentice” alias “Sang Murid”.

The Real Rainmaster

Mbak Rara bukan pembalap. Dia adalah seorang pawang hujan yang konon merupakan langganan event-event besar berskala nasional. Konon Mbak Rara ditugaskan mengendalikan cuaca pada gelaran MotoGP Mandalika 2022 atas rekomendasi Menteri BUMN Erick Thohir.

Dari banyak pemberitaan kita bisa dapatkan referensi bahwa banyak fihak menilai pawang hujan yang bertugas pada ajang WSBK yang digelar di Sirkuit Mandalika bulan November 2021 lalu gagal. Sementara Mbak Rara dinilai sukses mengawal gelaran kolosal Asian Games 2018 yang dikomandani Erick Thohir yang pada saat itu belum menjadi menteri BUMN. Jadi memang tidak heran kalau kemudian Menteri Erick merekomendasikan Mbak Rara pada komandan penyelenggaraan MotoGP Mandalika 2022 yang mantan Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto.

Meskipun konon Mbak Rara ditugaskan selama 21 hari di Sirkuit Mandalika, aksi Mbak Rara yang paling menarik perhatian sepertinya adalah pada saat hujan deras mengguyur sirkuit dan memaksa balapan ditunda. Mbak Rara kemudian beraksi di atas aspal di depan paddock dan dilihat ribuan pasang mata, para pembalap, kru, media, dan pastinya juga penonton.

Moment itu juga yang sepertinya ditiru Fabio Quartararo yang videonya kemudian viral di jagat maya.

Beberapa saat setelah Mbak Rara beraksi hujan memang kemudian mereda dan balapan motor paling bergengsi di muka bumi itupun dapat dimulai.

Orang Indonesia mungkin sudah terbiasa dengan jasa pawang hujan. Dari gelaran berskala nasional sampai hajatan kampung, kalau dilaksanakan di musim hujan, biasanya penyelenggara menggunakan jasa pawang hujan agar acaranya berlangsung lancar. Tapi tidak demikian dengan orang asing apalagi para bule. Banyak yang terheran-heran. Banyak yang mengatakan kalau melihat pawang hujan beraksi merupakan pengalaman pertama seumur hidupnya.

Lucunya, sejumlah orang justru bereaksi negatif. Banyak netizen mencibir. Banyak ulama memasukkannya ke dalam kategori syirik dan haram. Pastinya kalau haram artinya dosa. Para haters pemerintah malah banyak yang mencoba menggoreng dengan membangun opini cocoklogi yang berusaha mediskreditkan pemerintah karena pada acara yang digelar dengan dukungan penuh pemerintah itu ada praktek yang oleh sejumlah ulama dikategorikan haram.

Bahkan BMKG seolah takut kehilangan panggung dengan membuat pernyataan bahwa hujan di sirkuit mandalika berhenti karena memang durasi hujannya sudah habis sehingga tanpa pawangpun kalau sudah waktunya berhenti hujan pasti akan berhenti.

Justru bule-bule yang nggak biasa ketemu pawang hujan lebih pandai mengapresiasi usaha orang. Tak kurang dari akun media sosial resmi MotoGP mengatakan “IT WORKED!”

Sepertinya Mbak Rara lebih menarik perhatian dari Marsekal Hadi Tjahjanto yang memimpin pelaksanaan acara ataupun Franco Morbidelli yang menjuarai balapan. Bahkan mungkin Fabio Quartararo itu video dia memparodikan aksi Mbak Rara lebih menarik perhatian daripada moment dia mengangkat trophy di atas podium sebagai runner-up.