Menyusul dua menteri ditangkap KPK akhirnya Presiden Jokowi mereshuffle kabinetnya. Reshufffle ini tidak hanya menyangkut penggantian dua menteri yang ditangkap KPK saja. Beberapa posisi menteri dan wakil menteri diganti. Ada yang keluar dari kabinet, ada wajah baru yang masuk ke dalam kabinet, ada yang berpindah posisi, bahkan ada juga jabatan wakil menteri baru.

Setelah sengaja menahan untuk tidak berkomentar, rasanya sekarang saya sudah punya pendapat yang cukup firm. Jadi sudah waktunya menulis. Atau tepatnya mengetik. Atau lebih tepat lagi posting.

Ringkasnya saya bukan sekedar cukup tapi sangat puas dengan pilihan Presiden Jokowi kali ini. Lebih memuaskan dari reshuffle di periode sebelumnya. Bahkan lebih memuaskan dari pembentukan kabinet itu sendiri saat beliau mulai menjabat. Terutama kabinet Presiden Jokowi di periode kedua kepemimpinannya.

Sekedar mengingat kembali catatannya, berikut perubahan yang terjadi dalam reshuffle yang diumumkan pada tanggal 23 Desember 2020 lalu itu:

  1. Menteri Sosial Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, Ketua DPP PDIP, menggantikan Juliari Batubara yang mundur setelah ditangkap KPK.
  2. Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Sakti Trenggono, Pengusaha, Wakil Menteri Pertahanan, menggantikan Edhy Prabowo yang mundur setelah ditangkap KPK.
  3. Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, Anggota DPR-RI, Ketua DPP PKB, Ketua GP Ansor, menggantikan Fachrul Razi.
  4. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, Pengusaha, Petinggi Partai Gerindra, menggantikan Wishnutama.
  5. Menteri Perdagangan, Muhammad Luthfi, Pengusaha, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, menggantikan Agus Suparmanto.
  6. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Mantan Bankir, Mantan Dirut di beberapa BUMN, Wakil Menteri BUMN, menggantikan Terawan Agus Putranto.

Pengumuman penggantian para pembantunya ini kemudian disusul Presiden Jokowi dengan mengumumkan perubahan pada beberapa posisi Wakil Menteri, menggantikan dua Wamen yang diangkat menjadi Menteri dan ada juga Wamen baru.

Menteri Sosial Tri Rismaharini

Saya kira yang paling menarik dari para menteri baru yang semuanya menarik itu adalah sosok Tri Rismaharini. Kiprahnya membangun Kota Surabaya selama dua periode masa kepemimpinannya memang menunjukkan kalau selain ahli tata kota yang sukses mengubah wajah Surabaya beliau juga sangat peduli dengan orang susah. Jujur dan tegas sebagai birokrat, humanis dan penyayang sebagai pemimpin.

Sisi lain yang tidak kalah menarik adalah kenyataan bahwa selain menyisakan sekitar satu setengah bulan masa jabatan sebagai Wali Kota Surabaya, meskipun belum ada konfirmasi baik dari para pengambil keputusan di partainya maupun dari orangnya sendiri, sudah jadi rahasian umum kalau Bu Risma merupakan kuda hitam untuk menantang Gubernur DKI, Anies Baswedan, dalam Pilkada DKI berikutnya.

Sejumlah survey bahkan memasukkan namanya dalam daftar calon RI 1 menggantikan Presiden Jokowi yang akan mengakhiri periode kedua pemerintahannya pada tahun 2024. Meskipun masih jauh, baik para bakal calon maupun partai-partai politik sudah memanaskan mesin.

Empatinya pada orang susah dan pengalamannya mengimplementasikan empati itu ke dalam program-program yang langsung menyentuh mereka yang membutuhkan membuat saya yakin Bu Risma akan jadi salah satu Menteri Sosial paling sukses dalam sejarah Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono

Soal jabatan, Wahyu Sakti Trenggono dua kali berturut-turut mengejutkan saya. Backgroundnya pengusaha. Sebagai pengusaha, Wahyu Sakti Trenggono memang bukan hanya sekedar pengusaha tapi pengusaha sukses. Lewat kelompok usaha yang dikomandoinya dia memiliki kekayaan pribadi trilyunan. Sebagai pengusaha kelasnya jauh di atas Presiden Jokowi yang juga berlatar belakang pengusaha.

Bidang usaha yang digelutinya adalah teknologi komunikasi. Kelompok usahanya yang berdasarkan valuasi bernilai sebesar 18 milyar dolar itu memiliki setidaknya 14 ribu menara BTS yang disewakan kepada sejumlah operator telepon seluler tanah air. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan pertahanan negara, tapi saat Presiden Jokowi mengumumkan anggota kabinetnya setahun lalu dia ditempatkan pada posisi Wakil Menteri Pertahanan mendampingi Prabowo Subianto. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan kelautan dan perikanan, tapi saat Presiden Jokowi mengumumkan anggota baru kabinetnya sebulan lalu dia ditempatkan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Tapi saya yakin Mas Treng akan sukses memimpin Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Kenapa?

Pertama beliau berpengalaman mengelola sesuatu yang tersebar di seluruh tanah air. Seperti ribuan tower miliknya yang tersebar di seluruh tanah air, nelayan dan para pelaku industri perikanan Indonesia tersebar dari kota metro politan sampai pulau-pulau terpencil.

Kedua beliau berpengalaman mengelola perusahaan. Pengelolaan potensi laut Indonesia yang luar biasa besar memang harus dikelola sama rapinya dengan korporasi raksasa. Kalau tidak Insya Allah potensi maritim yang dahsyat itu hanya akan menjadi bulan-bulanan bancakan negara-negara tetangga.

Sementara di sisi lain selama setahun lebih menduduki posisi Wakil Menteri Pertahanan pastinya Mas Treng sudah membangun jaringan kesepahaman cukup kuat untuk membantu negara mengamankan aset kelautan dari rongrongan para penjarah.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas

Siapa yang tidak pernah mendengar kiprah GP Ansor dalam menjaga kebhinekaan Indonesia? Saat kelompok-kelompok berlabel Islam mengganggu kebhinekaan Indonesia, GP Ansor selalu berdiri paling depan. Penghormatan terhadap toleransi ini memang merupakan salah satu karakter Nahdatul Ulama alias NU yang merupakan organisasi masyarakat berbasis Agama Islam terbesar, bukan hanya di Indonesia tapi juga di dunia.

Meskipun hampir tidak pernah tampil dalam balutan pakaian yang identik dengan ulama, entah itu jubah, gamis, sorban, atau bahkan sekedar peci, Gus Yaqut seorang ulama. Bukan sekedar jebolan pesantren, bersama kakak kandungnya, Yahya Cholil Staquf, Katib Aam PBNU, beliau mengasuh pondok pesantren besar yang didirikan ayahnya, KH Cholil Bisri.

Mengedepankan kebhibekaan dan penghormatan terhadap toleransi beragama, sikap GP Ansor dikenal keras terhadap kelompok-kelompok berlabel Agama Islam yang menunjukkan sikap intoleran, radikal, apalagi kalau sudah “menghalalkan” kekerasan dalam mencapai tujuannya atau menunjukkan kedekatan faham dengan kelompok-kelompok teroris.

Sikap Gus Yaqut dan GP Ansor ini terasa sangat kontras dengan Fahrul Razi. Meskipun beliau ini mantan Jenderal sehingga mestinya selain tegas juga sangat faham soal radikalisme dan terorisme, sering kali pernyataannya terasa seperti memberi angin segar bagi kelompok-kelompok yang dikenal cenderung intoleran, radikal, dan sering terlibat dalam aksi-aksi kekerasan.

Di mata saya, penunjukkan Gus Yaqut sebagai Menteri Agama itu merupakan tabuhan genderang perang Presiden Jokowi terhadap para Kadrun.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno

Hampir sama menariknya dengan penunjukkan Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial adalah penunjukkan sosok pengusaha muda kaya raya Sandiaga Salahudin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Wisnutama Kusbandrio yang kebetulan juga seorang pengusaha tajir.

Dimana menariknya? Pastinya bukan soal karena dia seorang pengusaha kaya.

Rasanya semua orang di Indonesia, bahkan juga banyak orang di luar negeri sana “kenal” sosok Bang Sandi. Saat Pilpres lalu, berhadapan dengan pasangan Jokowi – KH Maruf Amin, dia merupakan Calon Wakil Presiden, berpasangan dengan Prabowo Subianto yang merupakan Calon Presidennya. Sebelum bertarung melawan Jokowi yang merupakan Calon Presiden petahana, Bang Sandi juga pernah berhadap-hadapan dengan Basuki Tjahaja Purnama dalam pertarungan memperebutkan DKI 1. Kita semua tahun kalau selain maju dengan dukungan PDIP, sosok BTP ini merupakan mantan sahabat dekat Jokowi dan mantan Wakil Gubernur saat Jokowi memimpin Ibu Kota. Kalau di Pilpres Bang Sandi dan pasangannya kalah, di Pilkada DKI Bang Sandi dan pasangannya berhasil mengalahkan “jagoan” Jokowi.

Setelah merangkul dan mempercayakan posisi sangat strategis pada lawan politik utamanya, menunjuk Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan, Presiden Jokowi mengulang langkah serupa dengan menunjuk Bang Sandi menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sebuah jabatan yang tidak kalah strategis karena sekarang ini pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi motor pertumbuhan ekonomi paling penting, tidak hanya bagi Indonesia tapi di semua negara.

Tapi diluar konstelasi politik terutama saat Pilpres lalu digelar, Bang Sandi merupakan sosok yang sangat mumpuni untuk jabatan barunya itu. Saya 1000% sepakat dengan Presiden Jokowi, Bang Sandi memang jauh lebih mumpuni untuk jabatan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dibandingkan pendahulunya.

Bang Sandi sukses membangun usaha kreatif dari nol sampai menjadi kelompok perusahaan papan atas yang menjejali pundi-pundi pribadinya dengan kekayaan bernilai trilyunan. Mungkin banyak yang luput memperhatikan kalau cikal bakal raksasa bisnis Bang Sandi ini adalah usaha kreatif, menciptakan cara menyelesaikan masalah keuangan korporasi raksasa. Tidak terasa seperti bidang-bidang yang biasa masuk ke dalam kategori ekonomi kreatif ya? Bukan musik, bukan film, jauh dari seni, tidak berbasis digital. Tapi setuju dong kalau financial engineering itu membutuhkan kreativitas yang luar biasa?

Bang Sandi juga salah satu pelaku usaha dalam industri pariwisata. Pertama kali saya bertemu Bang Sandi itu pada acara yang digelar di hotel miliknya di Jakarta. Persahaan Bang Sandi juga pernah mengambil alih kendali perusahaan penerbangan, Mandala Airlines, meskipun pada akhirnya perusahaan itu gagal diselamatkan dan konon dia kehilangan banyak uang disitu.

Yang tidak kalah penting adalah kiprah Bang Sandi yang sudah demikian panjang dan intensif dalam pengembangan kewirausahaan.

Tentang Wisnutama? Saya kira dia orang hebat yang tidak cocok dengan jabatannya. Tidak ada yang negatif apalagi buruk dengan dia. Tapi saya sendiri melihatnya sejak dia menjabat, dia seperti orang kebingungan. Tidak nampak ada gebrakan atau terobosan baru untuk membuat industri pariwisata tanah air mampu bersaing melawan negara-negara tujuan wisata lain. Yang keliatan cuma wara-wiri kesana kemari bersama sang wakil, seolah-olah tidak ada pembagian kerja diantara keduanya.

Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi

Kalau kita memperhatikan satu per satu menteri-menteri yang membantu Presiden Jokowi saat ini, kita tentu melihat ada perbedaan yang sangat besar antara menteri-menteri populer yang banyak membuat gebrakan, menciptakan terobosan, menempatkan dirinya menjadi media darling, dan mereka yang nggak pernah kedengaran lagi ngapain. Salah satu yang paling parah di kelompok kedua ini ya (mantan) Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.

Sebetulnya sih kalau melihat latar belakangnya, tidak heran kalau politisi PKB ini kinerjanya tidak cukup moncer dalam jabatannya sebagai Menteri Perdagangan. Salah satu pilihan gagal yang nampaknya sangat disadari dan akhirnya dikoreksi Presiden Jokowi dengan menempatkan sosok M Luthfi yang lebih mumpuni sebagai penggantinya.

Perdagangan itu soal jaringan. Beli darimana, jual kemana, biar dapat untung. Dalam skala negara, prinsip dasar itu sebenarnya masih sama, tapi cakupannya jauh lebih luas. Kalau menilik informasi dari sedikit sumber yang tersedia, dapat dicatat dua sisi dari sosok Agus Suparmanto ini. Pertama aktivitasnya di induk pembinaan olah raga anggar sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (PB IKASI. Kedua dari sisi bisnis, dia pernah menduduki jabatan Direktur Utama PT Galangan Manggar Biliton, sebuah galangan kapal di Manggar, Belitung Timur.

Riwayat pendidikannyapun tidaklah mentereng. Dalam salah satu sumber disebut kalau Agus Suparmanto mengantongi gelar Sarjana S1 dari Universitas Nasional, sebuah perguruan tinggi swasta yang meskipun disebut-sebut sebagai yang tertua di Jakarta tapi reputasinya biasa-biasa saja.

Sejumlah berita yang dilansir sekitar pengumuman kabinet Presiden Jokowi periode kedua menyebut penunjukkan Agus Suparmanto sebagai Menteri Perdagangan mengejutkan sejumlah fihak terutama kalangan pengusaha.

M Lutfi memiliki rekam jejak yang jauh berbeda. Lulusan Amerika Serikat ini mengawali kiprahnya dengan mendirikan sebuah perusahaan bersama beberapa orang, salah satunya Erick Thohir yang sudah duduk di kabinet sejak awal pembentukannya. Saat SBY berkuasa, M Lutfi dipercaya menduduki jabatan strategis setingkat menteri pada usia yang masih sangat muda, masih 30an. Masih di bawah komando Presiden SBY, jabatan sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu kemudian dilanjutkan dengan mengisi jabatan Menteri Persagangan yang ditinggalkan Gita Wirjawan.

M Lutfi sebelumnya juga memegang jabatan Duta Besar di negara-negara yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, Jepang dan Amerika Serikat.

Mudah-mudahan M Lutfi tidak hanya dapat menjaga keseimbangan neraca perdagangan Indonesia tetapi juga terus menggenjot volumenya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin

Peranan menteri kesehatan saat dunia dilanda pandemi Covid-19 sangat vital. Dan saya sendiri melihat sosok Terawan Agus Putranto yang selain seorang dokter juga berlatar belakang militer ini sangat mumpuni. Lebih dari itu dengan ketegasannya saya lihat Indonesia cukup berhasil menjaga warganya dari serangan virus yang sudah membunuh hampir 2 juta orang di seluruh dunia itu.

Sayangnya sepertinya ketegasan itu pulalah yang menimbulkan efek kontra-produktif. Terlalu banyak drama benturan padahal kita memerlukan seluruh konsentrasi untuk keluar dari badai pandemi.

Penunjukkan Budi Gunadi Sadikin yang sebelumnya menempati jabatan Wakil Menteri BUMN ini juga agak mengejutkan. Malang melintang menempati pucuk pimpinan sejumlah BUMN raksasa seperti Bank Mandiri dan Inalum, BGS bukan dokter. Latar belakang pendidikannya bukan hanya tidak relevan dengan jabatan Menteri Kesehatan tapi juga tidak relevan dengan profesi bankir ataupun eksekutif puncak perusahaan pertambangan. BGS adalah lulusan Teknik Nuklir ITB.

Rupanya Presiden Jokowi termasuk orang yang meyakini bahwa kepemimpinan dan kemampuan manajerial lebih penting untuk seorang menteri daripada pengetahuan teknis. Sama sekali tidak salah, bukankah seorang menteri membawahi sejumlah pejabat dan staf dengan pengetahuan teknis yang memadai di bidangnya? BGS selama ini jelas sudah membuktikan itu di dalam rekam jejak profesionalnya.

Sisi lainnya saya kira memang soal pengetahuan medis Indonesia tidak kalah canggih dibandingkan dengan negara-negara maju sekalipun. Peningkatan pelayanan kesehatan di tanah air membutuhkan dorongan dari sisi lain, salah satunya mengejar ketertinggalan kita dari sisi industri medis. Bukan rahasia kalau industri farmasi kita belum memiliki kemampuan cukup untuk menciptakan obat dan alat-alat medis sendiri. Kita juga tahu kalau manajemen rumah sakit, terutama yang dimiliki dan dikelola pemerintah, manajemennya masih membutuhkan banyak perbaikan.

Belum lagi layanan BPJS kesehatan yang rugi melulu jelas memerlukan sentuhan tangan dingin yang kaya pengalaman dalam pengelolaan korporasi besar.

Kalau kita melihatnya dari sisi ini, siapa lagi sosok di tanah air ini yang lebih mumpuni dibandingkan BGS? Membawa kita keluar dari pandemi dengan selamat hanyalah target jangka pendek BGS sebagai Menteri Kesehatan.