Mereka yang mengenal saya cukup dekat tahu kalau salah satu cara saya nyari duit adalah melalui dunia maya. Sejak hampir 20 tahun yang lalu saya aktif membuat website dan mendorongnya ke papan atas hasil pencarian search engine untuk kemudian dijadikan mesin penghasil uang. Yang terakhir itu di kalangan praktisi digital marketing biasa disebut no”. Menempatkan website atau halaman web di halaman pertama hasil pencarian search engine kita kenal dengan istilah Search Engine Optimization alias SEO. Seperti Aqua yang di tanah air hampir identik dengan air mineral, saat ini search engine hampir sinonim dengan Google.

Apakah saya seorang pakar SEO? Atau guru SEO? Jelas bukan. Saya hanya seorang praktisi SEO. Kalaupun mau ditambahin embel-embel, ya katakanlah praktisi SEO yang agak serius. Tidak bisa dibilang pakar apalagi guru SEO karena saya memang tidak pernah dan tidak pernah tertarik unthk mengajar SEO. Justru sampak sekarangpun saya masih terus belajar dari banyak pakar SEO, baik yang saya kenal secara pribadi maupun yang terhubung lewat interaksi media sosial.

Salah satu kenalan bule yang mendapat kontak saya dari seorang client saya pernah tanya, “I was informed that you are an SEO professional, is that correct?” Yang jelas itu salah satu sumber penghasilan saya. Kalau itu artinya profesional, ya mungkin memang begitulah adanya. Kalo bukan ya bertarti bukan. Gitu aja koq repot. Lagian dalam situasi saya sih label profesionalisme itu juga nggak ada pengaruhnya, karena SEO dan segala perintilannya itu saya pergunakan itu buat kebutuhan saya sendiri saja.

Sejauh yang bisa saya ingat, saya tidak pernah mengatakan kalau bagian besar bidang yang saya geluti adalah SEO. Termasuk rentetan perintilannya. Kalaupun saya kebetulan berada dalam situasi yang membuat saya harus memperkenalkan diri, biasanya saya menyebut industri dimana aktivitas profesi saya bergerak. Perbankan, komputasi, real estate, atau pariwisata misalnya. Jadi mereka yang tahu kalau jantung gerakan saya di industri apapun yang saya geluti itu adalah SEO, kalau bukan orang yang kenal dekat mungkin orang yang dibisikin oleh orang yang kenal dekat.

Menjual Jasa SEO?

Jelas tidak. Kalo nggak kepepet-kepepet amat, mana ada petani yang jual sawah atau menjual jasanya ngurusin sawah orang?

By the way, lucu juga analogi petani menjual jasanya ngurusin sawah orang ini. Mungkin dalam dunia nyata itu bisa saja terjadi. Salah satu kemungkinannya kalau si petani hanya punya sedikit saja lahan sehingga dia masih punya banyak waktu dan tenaga setelah mengurus sawahnya sendiri. Dunia SEO memang beda dengan pertanian. Kalau petani cuma punya lahan sedikit, dia perlu uang banyak untuk membeli lahan, atau setidaknya menyewa lahan, atau setidaknya mengambil alih hak menggarap lahan dari petani penggarap lain. Dalam dunia per-SEO-an “lahan” itu sesuatu yang bebas.

Itu persis alasan saya nggak tertarik menjual jasa SEO untuk website orang lain. Kalau saya punya waktu dan tenaga untuk ngurusin SEO website lain, ya mendingan saya bikin website baru buat saya sendiri, SEO sendiri, monetize sendiri, kantongin hasilnya sendiri. Ngapain buang waktu dan tenaga bikin orang lain bisa menghasilkan duit sementara kita cuma dikasih secuil saja hasilnya sebagai bayaran dengan label professional fee. Keren? Sama sekali nggak kan? Oon iya.

Makanya meskipun every now and then ada aja yang ngontak minta layanan jasa SEO di Bali maupun di luar Bali saya selalu menolak halus. Iya halus. Saya nggak pernah menolak kasar. Kalaupun orangnya ngotot, keukeuh, ngeyel, ya penolakan saya tetep halus. Kan memang nggak perlu kasar juga yang jelas bilang nggak dan nggak digarap aja. Sengotot-ngototnya lama-lama juga tobat. Kadang untuk yang ngototnya pake banget saya keluarkan jurus pamungkas. Patok harga dengan angka yang membuat jiwa lawan bergetar.

Ya kecuali sih ya, kecuali kalau yang minta temen. Tapi itupun biasanya saya bantu lebih sebagai konsultan aja, nggak saya kerjakan sendiri. Dan pastinya ya pro bono lah.

Saya Nggak Percaya Jasa SEO

Sebetulnya selain tidak menjual jasa SEO, saya juga nggak percaya dengan jasa SEO yang banyak ditawarkan. Apalagi penawaran jasa SEO ini biasanya disertai dengan iming-iming bombastis target menjulang. Nggak perlu ngapa-ngapain. “Page One” bahkan ranking pertama. Keyword kompetitif. Waktu sangat cepat. Udah kayak kisah Bandung Bondowoso aja. Harga jasa SEO yang dipatok dalam penawaran macan begini ini juga sering kali relatif murah. Sangat murah. Murah pake banget malahan.

Biasanya janji-janji manis itu disertai satu syarat dan ketentuan. Bayar di muka.

Hasilnya? Saya sudah terlalu banyak mendengar kisah sedih mengharu biru mereka yang menggantungkan harapan, mentransfer bayaran, dan menanti pencapaian, sampai akhirnya terlalu putus asa untuk terus berharap penyedia jasa SEO yang mereka sewa dan bayar memberikan hasil yang dijanjikan. Biasanya yang datang tidak lebih dari sekedar menyalahkan mereka para client yang kecewa ini dengan tuduhan tidak atau lambat mengikuti instruksi yang mereka berikan, atau menyalahkan Google dengan narasi klise “Yang menentukan ranking Google, bukan kami, kami hanya bisa berusaha semaksimal mungkin”, dan seterusnya.

Adakah jasa SEO yang benar-benar memberikan hasil seperti yang mereka janjikan? Bisa jadi ada. Cuman mungkin saya nggak pernah lihat.

Cuman ya kalau berkaca pada pengalaman saya sendiri, memang kalau kita benar-benar punya pengetahuan dan keterampilan mendongkrak website ke papan atas hasil pencarian Google untuk keyword-keyword kompetitif, apalagi dalam waktu singkat, ngapain dipakai untuk ngurus website orang lain? Uang? Kita bisa dengan singkat mendapat penghasilan jauh lebih dari angka yang membuat calon klien jasa SEO geleng-geleng kepala. Penghasilan yang mengalir terus dan semakin lama semakin deras.

Client Jasa SEO Nyebelin

Saya bukannya nggak pernah sih jual jasa SEO. Beberapa kali atas nama “nggak enak hati” saya melayani permintaan jasa SEO dari orang yang menghubungi saya karena rekomendasi dari mulut ke mulut dan menyanggupi angka asal nyemplung yang saya sebut. Kenapa saya sebut hanya beberapa kali? Ya karena memang nggak banyak. Karena sebetulnya biasanya saya nyebut angka itu ngasal dan tinggi dengan tujuan menolak secara halus. Biar mereka mundur karena kaget dengan angka yang saya sebut. Biasanya memang efektif bikin orang ngeper sih. Tapi ya ada lah beberapa yang masuk dalam golongan “maju tak gentar tetep mau bayar”.

Biasanya kalau melayani jasa SEO saya nggak minta bayaran di muka sih. Minta bayaran di muka itu indikasi orang nggak yakin dia sanggup mencapai target. Paling saya meminta client membayar retaining fee di awal dan meng-cover biaya operasional setiap bulan sampai target tercapai. Jumlahnya sangat kecil. Ya besar kecil memang relatif. Tapi jelas sangat kecil dengan success fee yang harus mereka bayar saat target tercapai.

Sebetulnya sih penggarapannya nggak menyulitkan karena memang SEO sudah makanan saya sehari-hari puluhan tahun. Beban kerjanya, kalau dikerjakan sendiri ya ribet, tapi kalau dipecah komponen dan disubkontrakan ke fihak ketiga ya nggak ribet-ribet amat juga. Toh mereka yang mendapat bagian sub-kontrak juga memang sudah biasa mengerjakan konponen-komponen pekerjaan SEO dengan saya.

Saya juga nggak terlalu tegang merasa dikejar-kejar target. Pengalaman membuat saya punya feeling cukup akurat dalam memperkirakan target. Pengalaman juga membuat saya memiliki manajemen proyek yang sistematis sehingga meleset karena lambat ini, kelewat itu, hampir nggak mungkin. Plus saat menyepakati target dengan client saya juga tambahkan ruang cukup untuk segala kemungkinan. Termasuk kemungkinan saya lagi banyak pengen leyeh-leyeh. Hehehe.

Ada beberapa persoalan yang saya amati agak tipikal ya. Stereotip para client jasa SEO. Yang membuat saya agak males berurusan. Banyak yang dari awal sudah keliatan. Tapi ada juga yang awalnya keliatan tapi lama-lama keliatan juga “belang”-nya.

  1. Gak Sabaran. Satu sisi saya memaklumi, mereka pengen cepet. Pengen cepet rapat ranking bagus. Pengen cepet dapet aliran traffic. Pengen cepet dapet duit. Tapi SEO yang sustainable itu memang butuh waktu. Misalnya saja kita memang punya banyak sumber backlink yang bisa digunakan untuk mendongkrak ranking. Tapi supaya natural, kita juga nggak bisa menggunakan semuanya sekaligus dalam sehari. Bertahap. Pelan-pelan.
  2. Pelit. Jasa SEO itu punya banyak aspek dan sebagian memang sudah seharusnya menjadi beban client sesuai kesepakatan. Tapi seringkali hal-hal yang harus mereka lakukan itu tidak juga dilakukan hanya karena masalah sepele, biaya yang tidak seberapa. Misalnya kita sarankan hosting dipindah karena kinerja hosting yang mereka gunakan tidak cukup baik dari sisi SEO. Biayanya lebih mahal? Wajar lah, lebih baik masa iya mau minta lebih murah juga. Kalau kita ingatkan bahwa biaya itu nggak seberapa dibandingkan bayaran saya, dia jawab “Ya itu dia kita kan sudah bayar mahal untuk …”, apa nggak bikin kepala cekot-cekot itu?
  3. Malas. Bagaimanapun SEO yang sustainable, yang bisa bertahan tanpa khawatir tergusur saat ada update algoritma karena penerapan teknik SEO yang dilarang, itu kerja jangka panjang yang melibatkan perusahaan pemilik website. Konten misalnya, konten website yang baik memang harus melibatkan perusahaan pemilik website, karena mereka sendirilah yang paling tahu perusahaannya, produknya, bidang industrinya. Tapi sering kali mereka malas-malasan menangani itu. Maunya tau beres. Tau rangking naik, website rame, pembeli banyak, cuan mengalir deras.
  4. Sok Tahu. Ini yang paling bikin mual biasanya. Kalau tahu kenapa nggak ngerjain sendiri. Nyatanya ngerjain sendiri nggak bisa, dikerjain orang bawaannya ini salah itu salah. Kita yang jual jasa SEO, kita yang ditunjuk untuk memimpin operasi itu, tapi malah dia yang ribetin harusnya begini harusnya begitu. Kalau diingatkan nanti bilangnya “Kami kan pemilik website, kami kan membayar …”, keplak. Seringkali mereka juga mudah sekali terpengaruh. Entah baca dimana, entah denger dari siapa, yang jelas mereka jadi recok. ” Saya baca dimana katanya harusnya nggak begitu, mestinya bla bla bla”, kenapa nggak kerjain sendiri aja ikutin kata mereka.

Kesimpulan?

Ya kesimpulannya pendek dan sederhana saja. Meskipun mungkin memang sebagai praktisi SEO hasil yang saya dapatkan lumayan sehingga mereka yang tau kemudian tertarik, saya tidak menjual jasa SEO.

Dulu-dulu saya masih menerima beberapa proyek dengan sangat pilih-pilih. Dua alasan yang membuat saya biasanya meng-iya-kan proyek jasa SEO. Pertama orangnya. Kalau yang minta teman baik, kadang saya nyerah. Cuman teman baik saya itung jari. Sebagian besar di antara yang sedikit itu praktisi SEO dengan jam terbang tinggi juga. Kedua uangnya. Kalau uangnya cukup untuk bikin kuping saya berdiri, mungkin saya iyakan. Kalau soal ribet, entah ribet kerjaannya atau ribet orangnya buat saya sih cuma jadi masalah kalau uangnya sedikit. Kalau banyak mah yang masalah beratpun jadi nggak masalah.

Mungkin pertanyaannya berapa. Angka yang bikin kuping saya berdiri itu berapa? Clue aja lah ya. Kalau nggak cukup buat beli mobil baru saya nggak berminat. Mobil apa? Ya mobil apa saja yang penting pantes. Saya bukan orang yang suka mobil-mobil mewah macam Hotman Paris koq. Tapi ya saya juga nggak miskin-miskin amat sampe mau naik mobil yang jangankan kenyamanan dan performa, kemanannya saja meragukan.