Konon salah satu tanda orang cerdas itu adalah selalu merasa bodoh dan karenanya tidak pernah berhenti belajar. Belajar, belajar, belajar terus, itulah yang membuat dia cerdas. Pengetahuannya bertambah terus. Kecerdasannya terasah terus.
Kalau orang merasa bodoh, pasti kalau tiba-tiba ada orang ngata-ngatain dia bodoh, dia nggak akan terlalu ambil pusing. Woles!
Jadi kalau orang kebakaran jenggot saat ada yang mengatakan dia, tindakan yang dia lakukan, atau pernyataan yang dia ucapkan bodoh, artinya dia merasa cerdas dong. Nah kalau kemudian dihubungkan dengan wejangan bijak para tetua yang sarat dengan pengalaman hidup itu, orang yang merasa cerdas artinya ya … Diisi sendiri aja itu titik-titiknya ya.
Nah itu kalau dikatai-katain bodoh. Tapi tidak berarti karena dikata-katain bodoh itu tidak seharusnya marah kemudian orang jadi boleh ngata-ngatain orang lain bodoh. Kita hidup di Indonesia, dalam tatanan adat istiadat timur, dimana sopan santun, tata krama, dan etika merupakan sesuatu yang tidak hanya dijunjung tinggi tradisi tapi juga diajarkan agama.
Bagi orang yang dengan enteng ngata-ngatain orang lain bodoh mungkin cocok ajaran bijak yang mengatakan saat telunjukmu menunjuk orang lain, empat jari lainnya mengarah pada dirimu sendiri. Jadi saat kita menunjuk untuk memuji, empat kali lipat dari pujian itu kembali pada kita. Saat kita menunjuk untuk mencela, empat kali lipat dari celaan itu jatuh di atas kepala kita sendiri.
Orang tidak bodoh karena dikata-katain orang lain bodoh. Orang bodoh karena ngata-ngatain orang lain bodoh. Tapi tidak berarti kita perlu melawannya.
They don’t worth our time!
Biarkan saja.
Nggak ngelayanin orang-orang dengan kualitas mental rendah seperti itu justru menunjukkan tingginya kualitas mental kita sendiri. Kalau kita layani justru kita merendahkan diri kita sendiri menjadi sama rendah dengan dia.
Hari ini muncul berita mantan politisi senior Partai Demokrat yang juga mantan Menteri Pemuda Dan Olah Raga, Roy Suryo dipanggil polisi sehubungan dengan laporan yang dibuatnya. Roy melaporkan Ferdinand Hutahaean, yang juga mantan politisi Partai Demokrat atas cuitan pada akun Twitternya yang menurut Roy mengandung unsur penghinaan karena mengatakan bodoh, dan fitnah karena menuduh membawa pulang panci milik negara, padahal menurut Roy kasus panci itu sudah inkrah.
Ini dia isi cuitan Ferdinand yang membuat Roy berang.
“Astagaaaa…!! Mantan menteri koq kualitas logikanya jadi sebobrok ini? Apa tidak malu bicara vulgar sebodoh ini? Harta kalau sdh berani laporkan ke KPK dijamin itu bersih. Yg pasti utk nambah harta bkn dgn cara bawa perabotan negara pulang ke rumah pribadi. Kerja mas, kerja..!,”
Sumber: Detik.com
Sebenarnya sih kalo saya jadi Roy ya dibawa ketawa aja. Pertama, dia tidak mengatakan Roy bodoh. Dia mengatakan “Apa tidak malu bicara vulgar sebodoh ini”. Jadi yang dia katakan bodoh itu pembicaraannya. Sebetulnya kalau dari sisi bodoh-bodohan, justru Ferdinand itu menilai Roy orang yang cerdas. Makanya dia mempertanyakan kenapa orang yang menurutnya cerdas bicara sesuatu yang menurutnya bodoh. Muculah jadi kalimat “Apa tidak malu bicara vulgar sebodoh ini?”. Kalau orang bodoh bicara bodoh ya udah memang mau diapain lagi kan? Wajar gak ada aneh-anehnya.
Lalu bagaimana dengan kasus panci?
Itu persoalan lama dan yang terlibat dalam polemik itupun bukan orang-orang sembarangan. Bahkan pejabat setingkat menteri, Imam Nahrawi yang menggantikan Roy menduduki kursi Menpora, turut buka suara. Artinya kan kasus itu bukan sekedar isapan jempol belaka. Kasus itu memang benar ada, memang benar terjadi.
Lha bahkan sampai muncul daftar barang-barang yang dikatakan dibawa pulang Roy entah dari kantor atau dari rumah dinas, pulang ke rumah pribadinya, saat masa jabatannya sebagai Menpora berakhir. Dan kalo gak salah memang di dalam daftar itu ada juga nama “panci” disebut-sebut, selain entah puluhan atau malah ratusan barang-barang lainnya.
Orang terlanjur heboh itu, dan saat kemudian tiba-tiba senyap, orang nggak ngeh juga apa yang terjadi. Memang biasa di negeri ini kan. Sesuatu yang heboh tar didiemin aja lama-lama senyap sendiri. Kalau kemudian ternyata dalam senyap itu ada penyelesaian kasus melalui jalur hukum sehingga akhirnya kasusnya inkrah, ya Alhamdulillah saja toh. Meskipun memang kemudian muncul pertanyaan baru, inkrah-nya seperti apa?
Jadi ya karena memang kasus itu memang pernah ada, pernah menjerat kaki Roy, meskipun tidak menariknya ke penjara, tapi ada
Jadi ya sudahlah, anggap saja olok-olokan nggak mutu.
Pemanggilan Roy yang melaporkan Ferdinand yang sama-sama mantan partainya Pak Mantan mengingatkan saya pada kasus lain beberapa hari sebelumnya. Rocky Gerung yang merupakan salah satu sosok yang sangat kritis terhadap pemerintah diberitakan membuat pernyataan yang hampir mirip. Melontarkan kata “bodoh” yang ditujukan kepada beberapa tokoh politik tanah air yang kebetulan semuanya merupakan kader utama partai penguasa, PDI Perjuangan.
Ini pernyataan Rocky yang diungkapkannya saat berbicara pada forum ‘Memprediksi Kemunculan Capres Ala Pembagian Wilayah Penanganan Covid (Jawa Bali – Non Jawa Bali)’:
“Saya berdiskusi dengan kaum milenial. Mereka mendengar kekonyolan-kekonyolan dalam politik kita, banteng vs celeng. Dia bingung”.
“Padahal kami milenial yang 2024 nanti akan memilih mau lihat pertengkaran akademis di dunia politik Indonesia sama seperti pertengkaran di luar negeri. Soal gender equality, new kind of economy. Kok kita nggak denger ya Puan ngomong itu. Om yang rambutnya kayak bintang film putih itu, Ganjar Pranowo, ngomong itu. Kok kita nggak lihat Kang Emil ngomong itu.”
“Society 5.0 isinya intellectuality, human right, gender equality. Mereka nggak dapet itu.”
“Jadi konyol kita berupaya menaikkan elektabilitas Ganjar, padahal bagi milenial itu orang bodoh. Demikian juga Puan. Sama, mereka anggap ini orang nggak ngerti new grammar of world’s politic adalah gender equality, democracy, human rights.”
Dicuplik dari Detik.com
Berbeda dengan sejumlah elite PDI Perjuangan langsung bereaksi keras, Ganjar justru menanggapi ucapan Rocky dengan pujian. Beliau adalah kritikus terbaik yang pernah saya ikuti. Kritis dan analitis.”, ungkapnya kepada pewarta.
Kalau kita telisik baik-baik kalimat-kalimat Rocky, dia memang nggak nunjuk jidat, nggak bilang Ganjar bodoh. Rujukan awal dia adalah kasus “banteng v.s. celeng” yang mempertontonkan rivalitas pendukung Ganjar v.s. Puan di dalam tubuh PDIP sendiri. Rocky berusaha mengatakan bahwa PDIP berusaha meningkatkan pamor Ganjar dan Puan padahal mereka tidak memahami apa yang diinginkan kaum milenial.
Kalau para elit PDIP itu bisa dengan kepala dingin mencoba memahami makna implisit ucapan Rocky, justru disitu terselip saran. Kalau mau elektabilitas orang-orangmu itu naik di mata milenial, kamu mesti faham apa yang mereka inginkan, bicara apa yang mereka ingin dengar. Apa itu? Gender equality, democracy, dan human rights. Bukannya malah bikin drama murahan “banteng v.s. celeng”.
Dan sepertinya hanya Ganjar yang bisa menangkap itu. Nggak heran kalau Rocky menanggapi pujian Ganjar dengan mengatakan “Ganjar matang, PDIP mentah!” Ungkapan yang justru membuat banyak elit PDIP semakin gerah.
Reaksi Ganjar terhadap kritik Rocky sebetulnya memberi skor kemanangan telak pada Ganjar.
Di luaran, Pujian Rocky terhadap Ganjar berpotensi membawa para mantan pendukung Prabowo – Sandi garis keras yang masuknya Prabowo dan Sandi Uno ke dalam kabinet tidak membuat mereka melunak justru jadi bersimpati kepadanya. Mereka ini bukan cuma nggak suka Jokowi, tapi juga PDIP.
Satu, dalam kasus “banteng v.s. celeng” yang diangkat Rocky, Ganjar itu posisinya terzalimi. Rocky mengangkat kasus itu, pendukung-pendukungnya pasang kuping. Tau sendiri potensi besar orang terzalimi dalam perpolitikan tanah air. Contoh kasus besarnya lihat bagaimana SBY bisa mengalahkan Megawati. Ganjar merespon kritik pedas Rocky dengan elegan. PDIP misuh-misuh.
Dua, reaksi positif Ganjar terjadap Rocky tentu menjadi catatan tersendiri di kalangan pendukung Rocky. Saat kemudian Rocky menyambut pujian Ganjar kepadanya dengan balik memuji, catatan tersendiri itu seperti terkonfirmasi lewat endorse Rocky.
Sementara di dalam tubuh PDIP sendiri, rivalitas Ganjar v.s. Puan, atau setidaknya rivalitas pendukung masing-masing, mejadi sorotan publik. Mau simpatisan PDIP, mau pendukung Rocky, atau orang yang tidak termasuk ke dalam dua golongan itu, matanya tertuju pada rivalitas itu. Pada kasus “banteng v.s. celeng”.
Reaksi Ganjar yang elegan sangat kontras dengan reaksi elit PDIP lain yang terkesan sumbu pendek. Sialnya, mereka ini juga sering membuat pernyataan yang cenderung memojokkan Ganjar dan ngelus-ngelus Puan. Nggak heran kalau kemudian kesan yang tertangkap jadi Ganjar elegan sementara Puan sumbu pendek. Meskipun Puannya sendiri nggak ngomong apa-apa.
Perlu diingat, bagaimana orang bereaksi itu juga menunjukkan tingkat kematangan mental dan tingkat kecerdasan intelektual. Reaksi elegan Ganjar menunjukkan kecerdasan. Reaksi elit PDIP lain yang cenderung sumbu pendek justru menunjukkan … ya itulah gak usah disebut lagi.
Tidak mungkin tidak, kemudian itu akan dihubung-hubungkan dengan kesan Ganjar dizalimi, lewat kasus banteng v.s. celeng dan kasus-kasus lain sebelumnya. Ganjar yang cerdas dizalimi elit PDIP lain pendukung Puan yang … aaah sudahlah.
Telak satu kosong.