Seorang yang saya kenal cukup baik dikabarkan terinveksi virus Covid-19 dan sekarang sudah dijemput untuk ditempatkan di salah satu lokasi karantina yang dikelola pemerintah.
Satu hal, pemerintah bereaksi cukup cepat. Teman saya ini sempat berinteraksi dengan seseorang yang kemudian diketahui terinveksi Covid-19 dan diangkut untuk dikarantina. Beberapa hari kemudian dia mulai merasakan gangguan kesehatan yang mirip dengan gejala Covid-19. Dia datang sendiri ke rumah sakit. Dengan memberi penjelasan bahwa dia mengalami gejala Covid-19 setelah berinteraksi dengan orang yang sudah terkonfirmasi positif, dia langsung menjalani tes.
Esoknya dia dihubungi dan diberitahu kalau hasil tesnya positif. Hari itu juga dia dijemput untuk dikarantina.
Mungkin biasa saja ya. Ada ribuan kasus positif Covid-19 terkonfirmasi setiap hari di Indonesiam Jadi sepertinya prosedur ini bukanlah sesuatu yang istimewa lagi. Tapi karena baru kali ini ada orang yang secara pribadi saya kenal mengalaminya, buat saya ini sesuatu yang wow-lah. Tahu sendiri lah, berurusan dengan pemerintah biasanya apa-apa dibikin lama. Untungnya saya memang tidak berinteraksi langsung secara fisik dengan dia dekat-dekat ini, jadi saya tidak ada kekhawatiran ikut tertular.
Konon Alkohol Bisa Mengobati Covid
Sontak obrolan mengenai Covid-19 yang sudah mulai terlupakan, mungkin karena sudah terlalu lama dan mulai terasa biasa, kembali menghangat di lingkungan teman-teman saya.
Salah satu yang ramai dibahas adalah keyakinan bahwa konsumsi minuman beralkohol dapat mencegah bahkan mengobati Covid-19. Nggak heran kalau si pembawa isu menyarankan kalau ada diantara kami yang sempat berinteraksi dengan teman saya yang dinyatakan positif itu, segera secara rutin mengkonsumsi minuman beralkohol.
Konon minuman beralkoholnya juga nggak asal. Harus yang prosentase kandungan alkoholnya tinggi, minimal 40%. Yang paling dia rekomendasikan adalah minuman keras khas Rusia, vodka, yang memang cukup populer di tanah air. Tapi kalaupun lebih menyukai yang lain, tidak apa-apa selama prosentase alkohol yang dikandungnya minimal 40%. Whiskey, Cognac, bahkan manuman keras khas beberapa daerah di tanah air juga bisa, sebut saja misalnya Cap Tikus, sopi, atau arak.
Minumnya katanya tidak boleh dicampur-campur. Harus murni, sehingga konsentrasi alkoholnya tetap tinggi. Mereka yang biasa minum minuman beralkohol pasti tahu kalau biasanya minuman dengan kadar alkohol tinggi dikonsumsi setelah dicampur dengan minuman non-alkohol sehingga lebih “ringan” misalnya whiskey dicampur coke, gin dicampur tonic, atau vodka dicampur sprite.
Percaya?
Saya sih tidak. Logika bodoh saja. Hand sanitizer saja yang efektif membunuh virus Covid-19 di luar tubuh katanya kadar alkoholnya minimal 70%. Kurang dari itu konon tidak ada gunanya. Jadi kalau mau membersihkan virus itu dari dalam tubuh mestinya minum yang kandungan alkoholnya minimal 70% juga dong.
Berani?
Itupun saya sebut logika bodoh. Kenapa? Yang masuk akal saja lah. Kalau kita minum air masuknya kemana? Lambung? Lha virus Covid-19 nongkrongnya di paru-paru koq. Kalaupun kita berfikir kalau alkohol masuk ke dalam darah dan bisa masuk kemana saja di dalam tubuh, perlu diingat, satu sloki vodka yang mengandung 40% alkohol itu kalau sudah masuk ke dalam darah konsentrasinya tinggal seberapa?
Baru-baru ini juga muncul berita kalau Presiden Belarusia yang konon meremehkan Covid-19 dan meyakinkan bahwa vodka bisa mencegah dan mengobati virus itu dinyatakan positif terinveksi.
Nah lo!
Arak Bali Obat Covid?
Di Bali, tidak kurang dari Gubernur Wayan Koster sendiri dalam banyak kesempatan menyuarakan keyakinannya kalau arak Bali efektif mencegah dan mengobati Covid-19.
Entah benar entah tidak, seorang teman menyebut semua pasien positif Covid-19 yang diisolasi di fasilitas yang dikelola pemerintah mendapatkan terapi arak Bali selain obat-obatan konvensional.
Teman saya dengan fasih juga menjelaskan bahwa tidak semua arak Bali juga bisa dipakai. Harus arak Bali dengan kualitas No. 1 dan memiliki kadar alkohol minimal 40%. Dia bahkan dengan detail menjelaskan ramuan arak Bali untuk melawan Covid-19 ini. Menurut dia, pasien positif Covid-19 di Bali sehari tiga kali mengkonsumsi satu sendok arak Bali yang dicampur dengan beberapa tetes air perasan daun jeruk purut dan beberapa tetes minyak kayu putih. Itu untuk pasien positif dan merasakan gejala. Untuk mencegah atau mereka yang positif tapi tanpa gejala, air perasan daun jeruk purut itu boleh diganti beberapa tetes air jeruk limau.
Benarkah? Entahlah.
Percaya? Kalau saya sih nggak juga.
Tapi begini. Untuk kasus-kasus tertentu, Covid-19 itu bisa berakibat fatal. Jadi kalau ada pengobatan yang disarankan, meskipun mungkin secara ilmiah belum benar-benar terbukti, selama tidak ada efek negatif yang membahayakan ya tidak ada salahnya dicoba.