Gelaran MotoGP di Sirkuit Brno akhir pekan lalu tidak hanya memunculkan bintang baru tapi juga melanjutkan tren buruk pembalap-pembalap berpengalaman dari tim-tim pabrikan terkemuka.
Apakah ini menjadi warna baru yang akan terus berlangsung sepanjang musim bahkan terbawa ke musim-musim selajutnya? Mungkin masih terlalu dini untuk menyimpulkan, setidaknya sampai The Baby Alien kembali turun di lintasan. Tapi setidaknya bagi mereka yang menyukai perubahan, ini membuat MotoGP terasa lebih seru. Tapi bagi mereka yang cintanya dengan idola-idola lama demikian dalam mungkin justru membuat hati hancur berkeping-keping. Hehehe.
Lahirnya Bintang Baru
Seolah memutus trend dari dua seri sebelumnya, Johann Zarco yang menunggangi Ducati memimpin start. Sementara itu dua pembalap Yamaha, termasuk Fabio Quartararo yang dua seri sebelumnya tampil sebagai pemenang, menempel di belakangnya. Perlu dicatat, Baik Zarco, Quartararo, maupun Franco Morbidelli yang berada di baris start terdepan merupakan pembalap-pembalap tim satelit. Zarco membalap untuk Esponsorama Racing, sementara Quartararo dan Morbidelli untuk Petronas Yamaha SRT.
Mengingat kuatnya motor-motor Petronas Yamaha SRT di dua seri sebelumnya, tidak terlalu mengagetkan kalau Zarco sudah kehilangan posisi terdepannya begitu start. Melihat posisinya yang terus melorot di awal balapan, sebetulnya agak mengagetkan juga saat pada akhirnya Zarco bisa berdiri di atas podium. Selain mengagetkan, mungkin agak kontroversial karena dia terlibat salam kecelakaan yang membuat salah satu rivalnya mencium aspal. Orang boleh berargumen macam-macam soal kecelakaan yang melibatkan Zarco dan Pol Espargaro yang membesut KTM ini, tapi yang jelas race director menjatuhkan hukuman kepadanya.
Tapi kalau bicara moment-moment mengagetkan, topnya adalah Brad Binder yang perlahan tapi pasti merangsek ke podium teratas dari posisi start ke-7. Terakhir kita melihat rookie yang berhasil memenangkan balapan di musim pertamanya di MotoGP adalah Marc Marquez yang menjalani debut MotoGP-nya beraama Honda. Kalau Marquez menang di seri kedua pada musim pertamanya, Binder sedikit lebih lambat, di seri ketiga.
Meskipun Binder satu seri lebih lambat dari Marquez, ada fakta-fakta lain yang membuat momen kemenangan Binder terasa lebih spektakuler. Pertama, kalau Marquez membalap untuk tim utama Honda yang memang merupakan salah satu tim paling tangguh dan langganan juara, Binder membalap dengan motor debutan. KTM baru mulai berkiprah di MotoGP pada tahun 2017, dan sampai musim 2019 lalu rasa-rasanya belum pernah muncul di atas podium. Kedua, Marquez orang Spanyol, negara yang mencatatkan banyak nama di aneka balapan paling bergengsi. Lihat saja di daftar pembalap MotoGP yang berlaga tahun ini. Dari 23 pembalap, 9 diantaranya orang Spanyol. Sementara Binder orang Afrika Selatan. Kalau soal balapan, termasuk MotoGP, rasa-rasanya nama negeri jiran Malaysia masih lebih lebih familiar di telinga.
Tinggal kita lihat ke depannya, apakah Binder akan terus tangguh sepanjang musim bahkan menutupnya dengan gelar juara seperti Marquez. Tapi kalau melihat ketangguhan KTM di seri ini, bisa saja memang motor KTM sudah menjelma menjadi motor yang kompetitif. Kalau saja Pol Espargaro yang juga menunggangi KTM tidak tersisih sebagai akibat dari insiden senggolan dengan Zarco yang pernah menjadi rekan setimnya di separuh tahun 2019, mungkin kita akan melihat dua pembalam KTM di podium MotoGP Ceko 2020 ini.
Selain itu, bagaimanapun kelanjutannya, momentum seorang rookie merebut kemenangan dalam balapan ketiganya tetap saja luar biasa. Kalau mau iseng, coba saja bandingkan dengan Alex Marquez yang sama-sama menjalani musim pertamanya di MotoGP.
Moncernya Tim-Tim Satelit
Sisi lain dari seri MotoGP Ceko 2020 ini membuat saya mikir cukup lama. Enaknya memilih mengatakan “Moncernya Tim-Tim Satelit” atau “Terpuruknya Tim-Tim Utama”. Tapi pada akhirnya saya memilih kalimat yang positif. Meskipun memang dalam balapan positif bagi yang satu artinya negatif bagi yang lain.
Sebetulnya dari sejak dua seri sebelumnya yang digelar di Spanyol, tren ini sudah nampak. Quartararo yang berturut-turut memenangkan kedua seri itu membalap untuk tim satelit Yamaha. Sementara para pembalap Yamaha dari tim utama yang juga sering disebut sebagai tim pabrikan, jungkir balik bahkan hanya sekedar untuk menjejakkan kaki di podium sekalipun, apalagi memenangkan balapan.
Di seri ketiga tren ini nampak semakin menajam. Meskipun Quartararo gagal mencetak hattrick, Petronas Yamaha SRT menempatkan Morbidelli di podium, di posisi kedua, sementara tim utama Yamaha hanya dapat menempatkan pembalap veteran Valentino Rossi di posisi kelima. Menggunakan motor Ducati, Esponsorama Racing juga menempatkan Zarco di podium, di posisi ketiga. Sementara dua pembalap dari tim utama Ducati finish berurutan si posisi ke-11 dan 12. Tanpa Marc Marquez, nasib Honda tak kalah tragis. Pembalap tim satelit Honda, Team LCR finish di posisi ke-8. Sementara pembalap tim utamanya, Alex Marquez finish di posisi ke-15.
Ada 3 pembalap tim utama yang finish di 10 besar. Selain KTM yang menempatkan Binder sebagai pemenang, ada Alex Rins yang merupakan pembalap tim utama Suzuki di posisi keempat, dan Aleix Espargaro yang membalap dengan motor Aprilia di posisi ke-10. Tapi tanpa maksud merendahkan, ketiga tim itu memang bukan tim uggulan yang biasa menempatkan pembalap-pembalapnya di podium.
Ada 4 sebetulnya. Ada Rossi dari tim utama Yamaha yang finish di posisi kelima. Tapi memang nggak bisa masuk hitungan karena pembalap tim satelit Yamaha finish dengan posisi lebih baik.