Sebuah bukti bahwa kita nggak boleh menalan mentah-mentah kata-kata bijak yang disuarakan motivator atau apapun lah namanya. Pokok manusia-manusia sejenis itulah.

Bahkan ketika ketika si motivator mengemukakan hasil riset untuk memvalidasi pernyataanya, kita tetap harus cukup kritis sebelum benar-benar memutuskan apakan akan memasukkannya ke dalam saku atau membuangnya ke tempat sampah.

Karena seringkali motivator mencoba mencekoki kita dengan pikirannya sendiri yang belum tentu beneran bener juga. Pada kenyataannya motivator juga sama manusianya dengan kita semua yang sering kali mengambil kesimpulan dari apa yang kita lihat lalu mencoba meyakinkan orang lain untuk menerima kesimpulan itu, tanpa menyadari kalau ada banyak sisi dari obyek yang kita lihat itu, dan orang lain yang melihat dari sisi yang berbeda mungkin akan punya kesimpulan yang berbeda.

Seorang motivator menceritakan sebuah penelitian. Entah bener apa nggak karena dia juga tidak menyertakan referensinya. Bisa saja itu cuman karangan dia sendiri tapi dia sebut sebagai hasil penelitian seorang ahli supaya lebih credible sehingga orang jadi lebih percaya. Bisa saja juga nggak … who knows lah.

Konon seorang peneliti memasukkan 5 ekor monyet ke dalam satu kandang dimana di dalamnya diletakkan sebuah tangga. Di atas tangga itu digantung sesisir pisang.

Setiap kali ada salah satu monyet yang mencoba menaiki tangga untuk mengambil pisang yang tergantung di atasnya, si peneliti menyemprot monyet-monyet lain dengan air dingin.

Akibatnya setiap kali ada salah satu monyet mencoba menaiki tangga untuk mengambil pisang, monyet-monyet lain memukulinya. Kenapa? Si motivator sepertinya mengamini kesimpulan si peneliti. Monyet-monyet lain memukuli monyet yang menaiki tangga karena mereka nggak mau disemprot air dingin.

Akhirnya tidak ada satupun diantara monyet-monyet itu yang menaiki tangga untuk mengambil pisang.

Lalu si peneliti menukar salah satu monyet itu dengan monyet lain. Monyet yang baru masuk ini langsung menaiki tangga untuk mengambil pisang dan langsung dipukuli oleh monyet-monyet lain. Setelah dipukuli monyet lainnya, si monyet baru tidak lagi mencoba menaiki tangga meskipun pisangnya tetap tergantung di atasnya.

Lagi. Sepertinya si motivator sepakat dengan kesimpulan si peneliti bahwa si monyet baru mempelajari, memahami, dan menerima norma sosial di lingkungan yang baru dimasukinya itu.

Selanjutnya si peneliti satu per satu mengganti monyet lama dengan monyet baru sampai akhirnya tidak ada lagi monyet lama yang tersisa di dalam kandang. Ternyata meskipun setelah semua monyet di dalam kandang diganti dengan monyet baru yang tidak mengalami semprotan air dingin saat ada monyet lain menaiki tangga untuk mengambil pisang, tidak ada satupun diantara mereka mencoba menaiki tangga untuk mengambil pisang.

Saat dimasukkan monyet baru dan monyet yang baru masuk ini naik tangga untuk mengambil pisang, yang lain tetap langsung memukulinya.

Lagi-lagi. Si motivator sepakat dengan kesimpulan si peneliti monyet-monyet itu mengikuti norma sosial di lingkungan yang dia masuki tanpa mengetahui alasan yang sesungguhnya.

Si motivator lalu menghubungkan perilaku monyet-monyet pada eksperimen itu itu dengan perilaku kita sebagai manusia yang juga cenderung begitu saja mengikuti norma sosial tanpa secara kritis mempertanyakan apalagi memahami alasan yang menjadi latar belakangnya.

Tentu saja si motivator mengakhirinya dengan melontarkan penilaian bahwa kecenderungan itu sesuatu yang buruk, harus dijauhi, karena itu menghambat kemajuan.

Kenapa Saya Bilang Bodoh?

Ya katakanlah satu kali nembak, dua musuh kena. Ya setidaknya saya lebih taktis dari Pak Jendral yang menghabiskan belasan peluru hanya untuk menembak sesuatu yang ukurannya besar, diam tidak sedang lari atau melawan, dan jaraknya sangat dekat.

Maksudnya ya buat saya, baik penelitinya maupun motivatornya buat saya sama-sama bodoh.

Kenapa?

Satu mereka mengambil kesimpulan dari sudut pandangnya sendiri. Nggak mikir crosscheck dengan melihat dari sudut pandang lain, entah lewat mata orang lain atau lebih baik lagi dengan matanya sendiri. In fact, sepertinya mereka dengan melihat konfurmasi atas apa yang mereka pikirkan, meskipun baru dari sudut pandangnya sendiri saja, mereka sudah langsung menyimpulkan ini sahih.

Si motivator buat saya sih bodohnya ya kwadrat.

Sudah mengambil kesimpukan hanya dari satu sudut pandang saja, nggak pake pikir panjang dilempar buat nasihatin orang pula.

Pedahal seharusnya sebagai orang kedua seharusnya dia melapis dengan crosschecking lebih paripurna apa yang disimpulkan si peneliti. Bukannya mentang-mentang sesuai dengan asumsinya lalu ditelen begitu saja. Malah dipake buat menasihati orang pula. Kan ngehek banget.

Saya Belain Monyet.

Hehehe.

Kesimpulan bahwa monyet-monyet dalam penelitian, terutama monyet-monyet baru yang dimasukkan ke dalam kandang setelah tidak lagi dilakukan semprot-menyemprot, mengikuti norma sosial yang berlaku di lingkungan itu tanpa mengetahui masalah yang sesungguhnya itu agak bodoh.

Monyet-monyet baru nggak mau manjat tangga dan ngambil pisang buat alasan yang sama persis dengan monyet-monyet lama yang kemudian dikeluarkan. Mereka sama-sama takut dipukuli teman-temannya.

Itu alasan yang sangat sahih. Ada atau nggak ada semprot-menyemprot, digebukin monyet-monyet lain adalah sesuatu yang secara alami pasti dihindari. Nggak cuma monyet, orang juga begitu. Apa masalah yang sebenarnya ya urusan belakang, tapi daripada digebukin ya nurut dulu aja.

Lalu kenapa mereka memukuli temannya yang manjat tangga untuk ngambil pisang? Padahal kejadian tiap ada yang naik teman-temannya disemprot air dingin itu mereka nggak mengalami lho! Sesuatu yang kemudian dijadikan dasar si peneliti kalau monyet-monyet ini mengikuti norma sosial tanpa tahu alasan yang sebenarnya.

Saya fikir menyimpulkan kalau mereka memukuli temannya yang naik tanggak ada hubungannya dengan kejadian semprot-menyemprot yang tidak mereka alami itu kebodohan hakiki.

Rangkaian peristiwa yang mereka alami membuat alasan juga bergeser. Mungkin benar kelompok monyet yang lama memang memukuli temannya yang naik itu karena mereka takut disemprot.

Tapi apakah monyet-monyet baru masih menggunakan alasan yang sama untuk memukuli temannya yang naik?

Ya jelas tidak lah.

OK sampai situ jalan pikiran si peneliti dan si motivator masih rasional. Monyet-monyet baru memukuli teman-temannya yang naik bukan karena mereka takut disemprot.

Tapi koq ya bisa-bisanya serta-merta menyimpulkan mereka melakukan itu hanya karena norma sosial saja?

Coba kita pakai perilaku manusia sebagai acuan. Bayangkan kalau kita menjadi monyet-monyet itu. Katakanlah kita menjadi monyet-monyet baru yang nggak ngalamin kejadian semprot-menyemprot. Kalau kita naik tangga tiba-tiba digebukin. Kira-kira kalau sesudah itu ada orang lain, salah satu dari yang ikut gebukin saat kita naik tangga, tiba-tiba naik tangga seperti yang kita lakukan, apa iya akan kita biarkan?

“Lu tadi gua naik lu gebukin, sekarang lu sendiri yang naik, kurang ajar banget lu!” Kurang lebih begitulah kira-kira yang ada di pikiran kita.