Beberapa waktu yang lalu dalam obrolan ringan dengan beberapa orang – teman dab temannya teman – tiba-tiba saya mendapat pertanyaan yang tidak saya duga. “Bro, ada komunitas investasi atau trading saham di Bali nggak ya?”

Sebetulnya mungkin itu pertanyaan biasa-biasa saja dan mestinya tidak mengagetkan. Hanya saja aktivitas saya bertansaksi saham rasa-rasanya tidak pernah saya bicarakan dengan siapapun. Selain saya dan perusahaan-perusahaan sekuritas tempat saya membuka akun RDI alias Rekening Dana Investasi, kayaknya cuma Tuhan dan istri saya saja yang tahu. Jadi yang langsung muncul di kepala saya saat mendengar pertanyaan itu “Lho koq dia tahu …”

Tapi sebagai introvert sejati, hampir nggak mungkin saya menampilkan reaksi kaget. Memang saya nggak kagetan. Kejadia saya kaget itu jauh lebih jarang dari rata-rata. Tapi tidak berarti saya nggak pernah kaget. Hanya saja sesuai manualnya, kami kaum introvert memang secara alamiah cenderung tidak menunjukkan reaksi psikologis atas apa yang dihadapi, termasuk soal kaget ini.

Jadi saya timpali santai sambil nyengir ngejek “Lah, begituan koq nanya aku toh ya?”

Kenapa saya melempar balik pertanyaan? Sederhana saja. Siapa tahu dia hanya sekedar melempar pertanyaan terbuka tanpa tujuan spesifik. Hanya sekedar mengungkapkan sesuatu yang ingin dia ketahui dalam forum terbuka tanpa secara spesifik tahu kalau saya tahu, atau setidaknya mungkin tahu. Kadang-kadang orang kalo lagi ngobrol santai memang begitu kan. Misalnya saja tiba-tiba kita nyeletuk tanya “Gila aja tuh Elon Musk apa maunya pake pengen mati di Mars segala ya?” Apa yang ditanya mungkin tahu jawabannya? Jelas nggak lah. Kenalpun dengan sosok taipan teknologi itu nggak.

Ternyata dia tahu sesuatu yang selama ini saya pikir nggak ada orang yang tahu. “Ya iyalah gue tanya sama elu, lha yang gue tahu kan lu trading saham di Bali“, sergahnya yakin.

He he he. Bukan rahasia sih. Saya tidak punya alasan untuk merahasiakan tapi tidak juga punya alasan untuk menceritakan. Kalau ternyata orang tahu pun saya nggak peduli juga. Cuman heran aja koq ya bisa tahu. “Kenape lu? Heran gue tau?” Katanya sambil tergelak seolah bisa menebak isi kepala saya. “Mestinya kalo nggak ada yang tau baru lu heran Bro”, lanjutnya.

“Kita semua tau koq. Itu pertanyaan soal komunitas trading saham di Bali itu sebetulnya cuma pembuka aja Bro. Lanjutannya kita mau minta diajarin biar bisa ikutan juga gitu”, timpal teman lain sambil nyengir kuda. Asem memang. Biasa banget ujung-ujungnya nggak enak. ” Ya kalo lu pada kenal gue mestinya tau dong gue nggak bakal ngajarin paling melengos”, sambut saya yang menimbulkan reaksi nyengir kecut berjamaah.

Filosofi Saya Soal Mengajar

Mungkin kedengarannya angkuh, sombong, kasar, tapi begitulah saya. Saya nggak suka ngajarin orang. Saya nggak pinter ngajarin orang. Saya nggak bisa ngajarin orang. Itu penilaian jujur saya atas diri saya sendiri. Kalau saya ngajarin orang, ngajarin apapun itu, biasanya ujung-ujungnya bukannya yang diajarin jadi bisa malah jadi sama-sama jengkel. Jadi mendingan nggak. Jadi bisa nggak, jengkel iya. Apa untungnya? Kalo yang diajarin jadi bisa mungkin nggak apa-apalah jadi saling menjengkeli. Toh paling cuman sebentar doang.

Sisi lain dari ketidaksukaan saya mengajar adalah karena mengajar membuat saya merasa dengan sengaja menempatkan diri pada posisi superior. Itu membuat saya nggak nyaman. Berada di atas yang lain. Sementara dalam semua hal saya memang tidak pernah merasa cukup tahu, cukup paham, cukup bisa untuk membuat saya menampilkan diri sebagai orang yang lebih tahu, lebih paham, lebih bisa dari yang lain.

Lebih dari orang lain tidak membuat saya merasa nggak nyaman. Malah mungkin membuat saya senang, bangga, hidung push-up. Tapi mengajari orang lain membuat saya merasa seolah-olah menepuk dada, menunjuk hidung saya sendiri sambil bilang “Saya lebih tahu dari kalian!”.

Mereka yang kenal cukup dekat dengan saya pasti tahu kalau saya tidak tertarik mengajari.

Tapi berbagi pengetahuan, pengalaman, dan sejenisnya bukan sesuatu yang saya emohi. Kalau tenaga saya, waktu saya, bahkan mungkin sedikit harta yang saya miliki bisa berguna untuk orang lain, saya dengan senang hati membaginya. Apalagi pengetahuan yang tidak akan berkurang kalau dibagi. Cuma caranya saja. Kalau mengajar, jelas saya melengos. Tapi kalau tanya, kalau saya memang tahu pasti saya jawab dengan panjang dan lebar yang memadai.

Trading Saham di Bali

Saya memang trading saham di Bali. Trading saham iya, investasi sahan juga iya juga. Tergantung dimensinya saja. Dan iya saya memang menghabiskan kebanyakan waktu saya di Bali. Tapi sebetulnya antara trading saham dan investasi saham dengan Bali bagi saya sebetulnya nggak ada hubungannya. Hanya kebetulan saja.

Saya masuk ke dunia trading saham dan forex setelah teknlogi internet membuat aktivitas itu bisa dilakukan dimana saja. Jaman untuk bertransaksi kita harus duduk di gedung bursa lalu teriak-teriak rebutan menjual dan membeli apalagi memindahtangankan lembaran saham dan tumpukan uang sudah lama berlalu.

Sekarang trading saham di Bali atau dimanapun tidak ada bedanya. Meskipun saya tinggal di Bali, saya bertransaksi saham darimanapun. Bahkan kalau kebetulan terbang dengan pesawat yang menyediakan fasilitas koneksi internet, saya trading saham dari pesawat yang terbang melitas samudera dari ketinggian belasan ribu meter.

Sebetulnya itulah salah satu alasan saya menekuni trading saham dan juga forex. Karena saya bisa melakukannya dari mana saja selama ada koneksi internet. Kalau kapan saja mungkin belum sepenuhnya benar karena untuk saham sejauh ini saya masih hanya bergerak di bursa saham Indonesia alias IDX yang jam bukanya terbatas. Sementara kalau forex hampir 24 jam, bisa dimana saja dan kapan saja.

Saya masih nimbang-nimbang, siap-siap. Kalau saya sudah masuk bertransaksi di bursa-bursa saham di berbagai belahan dunia mungkin ceritanya akan sedikit berbeda.

Tapi kalau soal komunitas trading saham di Bali, kayaknya sih nggak ada. Atau mungkin ada tapi terus terang saya nggak tahu. Saya nggak terlalu tertarik dengan komunitas-komunitasan jadi kalaupun ternyata ada komunitas trading saham di Bali saya juga nggak tertarik buat ikutan.

Kalau untuk menambah pengetahuan, kayaknya masing-masing orang punya cara sendiri untuk menggali pengetahuan. Cara saya bukan dengan komunitas-komunitasan.