Sampai sekarang saya masih sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan menggelitik mengenai dua kanal yang saat ini paling banyak digunakan para pebisnis online untuk menjaring calon konsumen, media sosial dan search engine terutama Google. Kalau sudah bicara menarik traffic dari search engine, memang pembicaraanya kemudian akan nyerempet SEO alias search engine optimization.

Memang banyak praktisi yang cenderung fanatik dengan kanal pilihannya sehingga akhirnya jadi terkesan terjadi polarisasi. Mirip-mirip Pilpres atau Pilkada lah. Ada yang konsisten di jalur SEO. Banyak diantara mereka ini pemain lama yang sudah terlanjur nyaman dengan SEO. Ada yang lebih memilih Medsos. Kebanyakan mereka ini generasi baru yang saat terjun ke dunia digital marketing Medsos sudah ramai.

Perlu dicatat memang kalau SEO itu sudah ada sejak generasi awal search engine mulai bermunculan.

Pemain lama pasti hafal nama-nama besar pra-Google seperti Yahoo, Altavista, dan AOL. Itu sebelum tahun 2000-an. Di Bali yang menjadi episentrum digital marketing tanah air pada masanya, awal 2000an itu merupakan masa kejayaan para pemain SEO yang kebanyakan berkantor di warnet dari tengah malam sampai pagi. Sementara popularitas Medsos baru merebak belakangan. Misalnya Facebook yang lahir tahun 2004 baru ramai di Indonesia sekitar tahun 2008.

Mereka yang sukses di jalur Medsos biasanya sih nggak pada banyak tanya. Tapi para pemain SEO lama, lain cerita. Banyak dari mereka yang merasa dapurnya nggak ngebul lagi gara-gara sekarang pasar digital marketing habis dikuasai pemain Medsos.

Akhir-akhir ini memang ada kanal-kanal lain yang juga turut mereka tunjuk sebagai penyebab rontoknya kejayaan mereka. Misalnya saja OTA di sektor pariwisata atau marketplace untuk produk-produk mainstream. Hanya saja mungkin karena menurunnya debit aliran dolar mereka terjadi hampir bersamaan dengan meningkatnya popularitas Medsos, maka Medsos tetap menjadi tersangka utama.

Agak aneh sih. Kalau benar mereka berfikir kalau pangsa pasar SEO sudah diambil alih Medsos, lalu kenapa mereka nggak pindah jalur saja? Lagian kalau dilihat sedikit lebih dalam, memang ranking website-website yang tadinya menjadi tambang emas mereka itu juga sudah tergusur semua. Sementara kita tahu kalau di dunia per-SEO-an, ranking itu pintu. Keluar dari top-3 ato keluar dari top-5 saja traffic turun drastis. Kalau sampai keluar dari halaman pertama ya bukan lagi turun, ilang sudah.

Kalau ranking mereka masih tetep bagus tapi traffic hilang sementara yang main Medsos pada makmur, bolehlah mereka berfikir kalau pasar digital marketing memang sudah habis dikuasi pemain Medsos. Kalo ranking mereka ambles, itu masalahnya bukan soal pangsa pasar. Tapi dia tidak ada di pasar. Atau mungkin ada di pasar tapi ngumpet di kolong meja, jadi orang-orang yang seliweran belanja di pasar nggak pada liat.

Pasarnya Besar dan Terus Membesar

Pasar digital marketing itu besar dan terus membesar. Pada masanya mungkin bisa dikatakan SEO menguasai 100%. Lalu muncul kanal-kanal lain, salah satunya Medsos. Tentu dari sisi prosentase kemudian terjadi segmentasi. Sementara di sisi lain search engine juga menciptakan instrumen-instrumen lain di dalam yang menjadi pesaring SEO. AdWords dan Google My Business misalnya.

Jadi kalau kita bicara prosentase, jelas “bagian” SEO dari “kue” pasar digital marketing menyusut.

Tapi kita tidak bisa serta merta mengatakan kalau kemudian jadi 100% dikuasis Medsos.

Selain itu kita juga harus melihat dari sisi lain. Pasar digital marketing itu terus membesar dengan kecepatan yang luar biasa. Dari sisi jumlah, 100% di jaman kejayaan para pemain SEO lama itu nggak seberapa dibandingkan dengan 50% sekarang.

SEO is NOT Dead!

Lalu mulailah muncul jargon yang kemudian ikut diyakini para mantan pemain SEO yang kalah perang, “SEO is Dead!”

Ini agak lucu sebetulnya. Search engine-nya masih ada. Bahkan dalam hal mengalirkan traffic ke website, Google masih lebih dari dua kali lipat Facebook. Halaman pertama daftar hasil pencarian search engine untuk keyword-keyword yang dulu mereka kuasa itu kan nggak kosong. Ada website-website lain yang mengambil alih ranking mereka di posisi-posisi terhormat yang berpotensi menghasilkan banyak uang itu. Lalu coba lihat website-website itu satu per satu. Semua dimiliki dan dikendalikan entitas – entah perusahaan atau individu – yang bisnisnya jalan normal kan?

Artinya apa?

Bukan pangsa SEO di ranah digital marketing habis dikuasai Socmed. Tapi pangsa pasar yang tadinya mereka kuasai karena memiliki website yang rankingnya bagus, karena ranking website mereka turun kemudian jatuh ke tangan pemain lain yang websitenya mengambil alih ranking website mereka.

Jadi jelas “SEO is NOT Dead!” Bagi yang sekarang website-websitenya menguasai halaman pertama daftar hasil pencarian untuk keyword-keyword potensial, SEO masih tetap menjadi sumber traffic berkualitas yang saat sukses dikonversi, menghasilkan keuntungan besar. Sama seperti saat website-website mereka masih berjaya dulu.

SEO Berubah Nggak Sih?

Tujuan bisnis search engine sebetulnya dari dulu sama saja, memberikan hasil pencarian yang berkualitas bagi peggunanya. Karena tujuan search engine tidak berubah, secara prinsip sebetulnya juga SEO tidak berubah. Kita harus membuat search engine yakin kalau website kita merupakan sumber informasi yang kualitasnya lebih tinggi dari website-website lain, untuk keyword yang relevan.

Nah penting untuk dicatat itu. Berkualitas tinggi itu saja tidak cukup. Karena search engine akan membandingkannya dengan website-website lain. Setinggi apapun kualitas website kita, kalau banyak website lain yang kualitasnya lebih tinggi lagi ya tetep boncos.

Tapi meskipun prinsipnya tidak berubah, implementasinya berubah. SEO mungkin salah satu bidang yang paling dinamis. Berubah terus. Selain peta persaingannya yang terus berubah karena website-website baru terus bermunculan, search engine juga secara terus-menerus menyempurnakan sistemnya. Yang berkecimpung di dunia SEO pasti sudah sangat sering mendengar istilah “update algoritma”.

Prinsip kerja search engine jelas masih sama. Search engine mengirim robot untuk menjelajahi internet, loncat dari satu link ke link lain untuk membaca, mengevaluasi, dan menyimpan data halaman-halaman web yang dijumpainya. Seberapa besar database yang dimiliki Google untuk menyimpan data dari semua halaman web yang tersebar di jagat maya? Jangan ditanya deh ya. Tidak hanya halaman-halaman web baru saja, halaman web yang sudah pernah dikunjungi secara berkala juga akan terkunjungi lagi sehingga kalau ada pembaharuan akan terekam juga.

Setelah data itu tersimpan di dalam database, bagaimana Google mengambil dan mengurutkannya ke dalam daftar hasil pencarian saat ada pengguna yang meminta, itu dia letak persoalannya.

Di ranking ke berapa website atau halaman web kita terranking saat pengguna Google melakukan pencarian dengan keyword yang kita targetkan?

SEO Gaya Baru

Penyempurnaan dalam bentuk rangkaian algoritma Google dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pencarian itu arahnya cuma dua. Pertama adalah memberikan hasil pencarian yang lebih sesuai dengan apa yang ada di kepala pengguna. Kedua menghilangkan distorsi, konten-konten berkualitas rendah yang dengan berbagai cara disulap supaya terlihat berkualitas di mata Google.

Banyak hal dilakukan Google untuk dua hal itu.

Misalnya bagaimana mereka terus kejar-kejaran seperti antara polisi dan maling. Para pemain gray dan black hat SEO terus mencari cara untuk mengelabui search engine dan search engine terus mengembangkan cara untuk mendeteksi dan menutupnya. Bagaimana Google berusaha memahami maksud pengguna saat mengetikkan keyword dengan mengembangkan kemampuan menganalisa bahasa sehingga tidak hanya kata-kata yang persis sama saja yang dipertimbangkan tetapi juga kata-kata lain yang relevan, bisa jadi sinonim atau bentuk-bentuk keterkaitan lainnya.

Dulu praktisi SEO sering mengambil jalan pintas dengan bermain-main menggunakan teknik yang masuk kategori gray hat. Sebetulnya black hat tapi dikamuflase sedemikian rupa sehingga Google melihatnya sebagai white hat.

Sekarang praktek-praktek seperti ini hampir tidak mungkin lagi dilakukan karena Google hampir pasti dapat mendeteksinya. Kalau dulu bisa lolos dulu dan cukup lama menikmati ranking tinggi sampai akhirnya terdeteksi, sehingga sudah menghasilkan untung cukup banyak, sekarang tidak lagi. Begitu terekam robot sudah langsung terdeteksi. Sempat dapat rankingpun tidak.

Sekarang SEO itu white-hat-only. Karena white-hat-only kita harus benar-benar melakukan praktek-praktek SEO sesuai koridor yang ditetapkan Google sambil memastikan kita melakukannya lebih baik dari yang lain.

Berat?

Ya memang. SEO sekarang memang jauh lebih berat dari awal 2000an. Penyebabnya sederhana. Hanya ada dua. Pertama kompetisi makin tinggi. Kedua kita nggak bisa main-main dengan teknik tipu-tipu.

Tapi yang jelas yang sukses tetap bukan hanya sekedar ada tapi banyak.