Viral berawal dari postingan di akun Tiktok pribadinya, seorang wanita menceritakan kisahnya yang terpaksa harus melepas hijab selama bekerja.
Lagi-lagi. Klise sebetulnya sih. Sudah berasa dengerin kaset butut yang terus diputar berulanh-ulang. Kisah yang terus berulang di negeri ini. Negeri yang menjadikan kebebasan menjalankan ajaran agama sebagai salah satu pondasi kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Disini referensi beritanya.
Ceritanya, berangkat dari rumah dia berhijab. Pulang ke rumah juga berhijab. Hanya selama di tempat kerja saja dia melepas hijab. Alasannya karena gedung tempatnya bekerja tidak memperkenankan pegawai menggunakan penutup kepala.
Saya sangat faham kesedihan orang kalau tidak bisa menjalankan syariat agama yang diyakininya dengan sebaik-baiknya dengan alasan tertentu.
Rasa sedih yang jelas menunjukkan keimanan.
Kenapa?
Yang imannya kurang itu jangankan ada hambatan, lancar jayapun malah dia sendiri yang dengan penuh kesadaran melalaikan.
Misalnya punya rumah nyaman dan istri menggairahkan yang selalu siap melayani kebutuhan justru membuat malas-malasan. Dengan alasan kelelahan menjalankan kewajiban dan menggigil kalau harus mandi wajib dini hari, Shalat Subuh pun dikorbankan.
Model-model begini nggak akan sedih koq nggak Shalat Subuh. Kehilangan kesempatan mendapat pahalanya? Tambahan pada tumpukan dosanya? Ingetpun mungkin nggak. Tahu? Pastilah tahu.
Tapi keimanan Si Mbak ini belum sampai di tingkat sepenuhnya berserah diri. Karena nyatanya meskipun dengan kesedihan dia memilih untuk mengesampingkan kewajibannya menutup aurat dengan melepas hijab di tempat kerja.
Sangat mudah menebak pertimbangannya. Uang yang dihasilkan dari pekerjaan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tapi apakah penghasilan yang didapat dengan cara mengesampingkan kewajiban agama itu benar-benar rejeki? Saya kira salah besar. Itu justru ujian. Ujian apa? Ujian untuk naik tingkat, ke tingkat keimanan yang lebih tinggi lagi. Total berserah diri. Yakin dengan demikian Yang Maha Kaya akan memberikan jalan rejeki lain yang bisa jadi malah lebih deras, tapi kalaupun tidak lebih deras setidaknya lebih berkah.
Memang tidak mudah karena manusia itu diciptakan dengan rasa takut, dengan kekhawatiran. Pastinlah maunya ada dulu jalan rejeki barunya, baru melepaskan yang “nggak bener” ini. Tapi dalam banyak kejadian, jalannya memang tidak begitu. Dengan keteguhan iman, dengan keyakinan penuh pada Sang Pemberi Rejeki, lepas. Keajaiban iman baru akan terjadi saat kita dengan penuh keyakinan mengambil keputusan yang berfihak pada kehendak-Nya.
Memang sih, ngomong doang mah gampang. Dalam posisi demikian apakah saya juga akan punya keberanian mengambil keputusan seperti yang saya wacanakan itu?
Hehehe …
Tapi di sisi lain, tempat kerjanya ini juga harus ditindak. Melanggar Undang-Undang. Bertentangan dengan Pancasila. Kalau sampai Bu Mega tahu pasti beliau langsung memerintahkan petugas partai yang ditempatkannya pada posisi Presiden Indonesia untuk memerintagkan anak buahnya mengambil tindakan tegas.
Apa tugas sehari-hari Si Mbak? Lha polisi bahkan tentara saja bisa berjilbab koq. Yang bertugas di lapangan, bahkan pilot sekalipun.
Mungkin memang ada batasannya. Misalnya yang memilih model gamis atau kurung, untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu mungkin mengganggu bahkan berbahaya. Bayangkan kalau profesinya polisi dan dia pake baju kurung yang lebar. Kalau harus ngejar maling mungkin dia malah nyangkut duluan. Atau yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan bahkan ketidakamanan. Misalnya saja mengenakan cadar yang membuat orang jadi susah dikenali.